Batu Pinabetengan

Tempat menerima Amanat yang dituakan "Nuwu i Tu'a".

Lesung Nawo Oki

Lesung peninggalan leluhur yang menjadi Identitas anak Suku Tonsawang.

Lesung Nawo Tambanas

Tempat yang dipercayai digunakan untuk Mandi sebelum melakukan pertempuran / berperang.

Sumur Abur

Sumur Abur yang merupakan tempat peninggalan leluhur Suku Tonsawang.

Lesung Nawo Pondalos

Pahasa tampa i manga matu-matua musti kalahan i manga poyog bo hiaha'anio.

Rabu, 26 November 2014

Sombayang / Doa Bapa Kami

Saat ini saya akan bagikan Doa Bapa Kami dari berbagai Versi :

 Versi Bahasa Tonsawang / Tombatu / Toundanouw ;

AMANG ANATATANG
AMANG AMBAOI KAHOLANOAN I SORGA
PEDAYORAYOWEN NGALAN NU
WOWALADAI KERAJAAN NU
MAMOALIMAI PATAARE NU AMBAOI TOBA KELEI A SORGA
POWALADANAI SIKOON ENDOINIA
APUNGAN PAHASA KASEAAN
OSA HAMI TAHULA MAPUNG KASEAAN I TOUWALINA
NAAM I WAYAI A LOLEPEI
SUMATA I REKANG AKATAPIAAN
KARNGAN SI HOU TUMAKA-TAKA
I KERAJAAN BO KUASA BO KONUNGAAN AHAD KAETOETO
ULIT.


Versi Katolik;
BAPA kami: yang ada di-surga :
dimuliakanlah nama-Mu ;
datanglah: kerajaan-Mu;
jadilah kehendak-Mu diatas bumi: seperti di dalam surga,
berilah kami rezeki pada hari ini.
dan Ampunilah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni orang yang bersalah kepada kami ;
dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.
Amin.

Versi Protestan ;
Bapa kami yang di sorga,
Dikuduskanlah nama-Mu,
datanglah Kerajaan-Mu,
jadilah kehendak-Mu
di bumi seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini
makanan kami yang secukupnya
dan ampunilah kami akan kesalahan
kami, seperti kami juga mengampuni
orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke
dalam pencobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada
yang jahat.
[Karena Engkaulah yang empunya
Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan
sampai selama-lamanya. Amin.]
Lukisan James Tissot: The Lord's Prayer ("Doa Bapa Kami") (1886-1896)

Versi Bahasa Latin ;
Pater noster, qui es in caelis:
sanctificetur Nomen Tuum;
adveniat Regnum Tuum;
fiat voluntas Tua,
sicut in caelo, et in terra.
Panem nostrum cotidianum da nobis hodie;
et dimitte nobis debita nostra,
sicut et nos dimittimus debitoribus nostris;
et ne nos inducas in tentationem;
sed libera nos a Malo.


Versi Bahasa Yunani ;

Πάτερ ἡμῶν ὁ ἐν τοῖς οὐρανοῖς· Pater hêmôn ho en toes ouranoes
ἁγιασθήτω τὸ ὄνομά σου· hagiasthêtô to onoma sou;
ἐλθέτω ἡ βασιλεία σου· elthetô hê basileia sou;
γενηθήτω τὸ θέλημά σου,· genêthêtô to thelêma sou,
ὡς ἐν οὐρανῷ καὶ ἐπὶ τῆς γῆς· hôs en ouranô, kae epi tês gês.
τὸν ἄρτον ἡμῶν τὸν ἐπιούσιον δὸς ἡμῖν σήμερον· ton arton hêmôn ton epiousion dos hêmin sêmeron;
καὶ ἄφες ἡμῖν τὰ ὀφειλήματα ἡμῶν, kae aphes hêmin ta opheilêmata hêmôn,
ὡς καὶ ἡμεῖς ἀφίεμεν τοῖς ὀφειλέταις ἡμῶν· hôs kae hêmeis aphiemen toes opheiletaes hêmôn;
καὶ μὴ εἰσενέγκῃς ἡμᾶς εἰς πειρασμόν, kae mê eisenenkês hêmas eis peirasmon,
ἀλλὰ ῥῦσαι ἡμᾶς ἀπὸ τοῦ πονηροῦ. alla rhysae hêmas apo tou ponerou.
[Ὅτι σοῦ ἐστιν ἡ βασιλεία καὶ ἡ δύναμις hoti sou estin hê basileia kae hê dynamis
καὶ ἡ δόξα εἰς τοὺς αἰῶνας. ἀμήν.] kae hê doxa eis tous aeônas. amên.


Versi Bahasa Aram;

Abwoon d'bwashmaya,
Nethqadash shmakh,
Teytey malkuthakh.
Nehwey tzevyanach aykanna d'bwashmaya aph b'arha.
Hawvlan lachma d'sunqanan yaomana.
Washboqlan khaubayn (wakhtahayn)
aykana daph khnan shbwoqan l'khayyabayn.
Wela tahlan l'nesyuna.
Ela patzan min bisha.
Metol dilakhie malkutha wahayla wateshbukhta l'ahlam almin.
Amen.




Minggu, 23 November 2014

SEJARAH TOUNDANOUW / TONSAWANG

SEJARAH TOUNDANOUW - TONSAWANG

Asal usul dan latar belakang munculnya beberapa julukan untuk orang Tonsawang (Toundanouw). Nama Toundanouw menjadi anak suku yang tinggal di sebelah selatan Gunung Soputan dan sekitar danau Bulilin. Toundanouw terambil dari dua kata yakni Tou yang artinya orang, dan Dano yang artinya Air. Dengan demikian Toundanouw artinya orang air. Diberi nama orang air karena anak suku ini tinggal di sekitar danau bulilin. Bagi orang Toundanouw sendiri lebih mengenal mereka sebagai Nanah i Toundanouw ( anak suku Toundanouw ).

Nama Tonsawang lebih dikenal sebagai gelar yang diberikan oleh orang-orang dari luar Toundanouw (Tonsawang). Pemberian gelar ini mempunyai latar belakang tersendiri. Setelah sekian lama kelompok dari Tumpaan yang datang dan menetap di sekitar Danau bulilin, suatu waktu datanglah dua kelompok rombongan dari sebelah utara. Dua kelompok itu kemudian diketahui sebagai kelompok yang berasal dari anak Suku Toulour. Kedua kelompok itu masing-masing berasal dari Wewelen dibawah pimpinan Tonaas Kaawoan sedangkan kelompok lainnya berasal dari Luaan dibawah pimpinan Tonaas Mamosey. Pertemuan ini sangat mengembirakan karena diantara mereka terdapat banyak kesamaan baik dalam segi bahasa,adat istiadat dan sebagainya,apa lagi mereka berasal dari tanah leluhur yang sama. Baik mereka yang lebih dahulu menetap disekitar danau bulilin maupun yang datang dari utara hidup rukun dan damai serta berkembang menjadi anak suku Toundanouw. Sampai saat ini dikenal anak suku Toundanouw ( Tonsawang ) terbagi atas dua sub anak suku yakni Tou Betelen yang mendiami bagian Timur dan Tou Luaan yang mendiami bagian Barat.

Seperti telah dikemukakan diatas bahwa disamping nama Toundanouw yang populer dikalangan anak suku Toundanouw sendiri,ternyata masih ada nama lain seperti TONSAWANG,TONSINGIN,dan MOISING. Ketiga nama ini merupakan julukan ( gelar ) yang diberikan oleh anak suku diluar Toundanouw kepada anak suku Toundanouw. Gelar atau julukan tersebut berkaitan dengan peristiwa kepahlawanan (Perang) yang terjadi di Minahasa Antara tahun 1644 -1683 sering timbul peperangan antara bolaang mongondow dan Mindanouw. Pada tahun 1644 Amurang diduduki tentara Spanyol dengan alasan ingin membangun persahabatan dengan penduduk pribumi. Ternyata pasukan Spanyol ingin menguasai perdagangan( Monopoli ) terutama terhadap komoditi beras sebagai hasil utama dari Kali Tombatu. Demikian pula dengan kejahatan lainnya seperti perkosaan terhadap wanita penduduk setempat. Kenyataan ini telah mengakibatkan meledaknya pemberontakan anak suku Toundanouw yang mengakibatkan tewasnya 40 tentara spanyol di Kali dan Batu. Dipihak tentara pribumi telah mengakibatkan gugurnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde gugur dalam rangka membela, mempertahankan dan melindungi Ratu Oki dan wilayah kekuasaannya. Ratu Oki tidak lain adalah istri panglima monde yang telah gugur itu. Gugurnya panglima monde tidak membuat surut perlawanan tentara Toundanouw, Panglima monde digantikan oleh Panglima Lelengboto yang juga dikenal keberaniaannya. Dalam perlawanannya terhadap penjajah panglima lelengboto dibantu dengan beberapa pahlawan yang gagah berani seperti Gandey, Koba, Moharow, keberanian tentara pribumi telah mengakibatkan jatuhnya banyak korban dipihak Spanyol. Jenis senjata Meriam yang digunakan tentara spanyol tak mampu melumpuhkan lelengboto dan tentaranya. Dalam peperangan ini 40 orang tentara spanyol ( Tasikela ) menemui ajalnya. Sedangkan di Amurang tercatat 100 orang tertawan dan terbunuh. Tentara spanyol yang dikalahkan itu dibawah pimpinan Bartholomeo de Soisa.

Keberanian dan kemenangan pasukan Toundanouw inilah yang menyebabkan anak suku Tontemboan dan Pasan-Ponosakan menamakan anak suku Toundanouw sebagai TONSINGIN. Tonsingin artinya orang yang disegani. Sampai saat ini orang-orang tua Pasan-Ponosakan lebih mengenal masyarakat Tonsawang dengan Tonsingin. Selanjutnya orang bolaang mongondow menyebut anak suku Toundanouw sebagai MOISING. Moising artinya dihormati atau disegani, Sebelum bangsa asing menguasai dan menjajah bangsa Indonesia maka tidak ada nama lain dari anak suku yang mendiami sekitar Danau Bulilin selain Toundanouw. 

Sejak lama anak suku Toundanouw hidup sejahtera,aman dan tentram dibawa Pimpinan seorang Ratu yang bernama OKI. Atas kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak suku Toundanouw maka Oki disahkan sebagai Tonaas dan Balian. selama kepemimpinan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah anak suku Toundanouw. Bangsa asing telah mencoba dengan jalan perang dan damai namun Ratu Oki tidak pernah berkompromi dengan bangsa asing. nanti sesudah Ratu OKI meninggal barulah anak suku Toundanouw dikuasai oleh bangsa asing. Salah satu tradisi yang sangat kuat dikalangan anak Suku Toundanouw adalah melakukan pekerjaan secara bersama sama. pekerjaan di sawah dan di ladang sehari harinya dikerjakan secara kelompok yang terdiri atas Pria dan Wanita. Kelompok ini biasanya bekerja disertai seruan seruan dengan nada memberi komando dan memerintah yang berisi ajakan-ajakan dan dorongan agar tetap giat bekerja. Ajakan dan dorongan itu sering terungkap dalam bentuk nyanyian. Kelompok pekerja ini disebut Maando atau yang dikenal dengan Mapalus. 

Tradisi yang kuat ingin membantu orang lain menarik perhatian Bangsa Belanda. Dalam bahasa Toundanouw bantu membantu disebut Sawang. Pada tahun 1661, 1709-1711 dan 1809-1811 terjadi perang Tondano. Demikian pula pada tahun 1756,terjadi sengketa antara Minahasa dan Bolaang Mongondow. Terhadap kedua peristiwa itu bangsa melihat bahwa anak suku Toundanouw secara sukarela membantu baik dalam hal tenaga maupun materi ( terutama beras ). Atas dasar itulah Bangsa Belanda memberi nama anak suku Toundanouw sebagai orang sawang atau Tonsawang. Gelar atau julukan Tonsawang secara resmi dipakai dalam aktivitas pemerintahan sejak tahun 1886 ketika pemerintah belanda melalui surat keputusannya menetapkan berdirinya Distrik Tonsawang. Walak Toundanouw kemudian menjadi Pakasaan Tonsawang. Jiwa dan semangat tolong menolong yang telah tertanam sejak lama ternyata bukan hanya dalam hal mengolah sawah dan ladang. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata pekerjaan tolong menolong atau Maando ( Mapalus ) juga untuk membiayai perkawinan, membuat rumah, menyediakan perabot untuk rumah baru ( Marambak ). Tentu saja bangsa belanda telah mengamati dan menilai secara seksama untuk datang pada keputusan memberi gelar kepada anak suku Toundanouw sebagai Tonsawang.

Mengkalimatkan Angka 1-10

Cara pengkalimatan angka 1 s/d 10 di Suku Tonsawang / Toundanouw memiliki 2 versi dalam mengkalimatkan angka-angka tersebut. 

Contoh : 

  1. =Esa
  2. =Rua
  3. =Telu
  4. =Epat
  5. =Lima
  6. =Enem
  7. =Pitu
  8. =Walu
  9. =Siow
  10. =Sangawulu.



Contoh diatas merupakan pengkalimatan yang umumnya digunakan oleh anak suku Minaesa khususnya anak suku Tonsawang / Toundanouw, tetapi ada versi lain yang digunakan oleh Orang Tua jaman dahulu yang tidak diketahui oleh anak suku Tonsawang jaman sekarang yaitu :


  1. = Esa
  2. = Beluan
  3. = Tengku
  4. = Paat
  5. = Keliwan
  6. = Keenem
  7. = Kepitu
  8. = Walaan
  9. = Kentjem
  10. = Pluip

Sabtu, 15 November 2014

Lesung Nawo Datumbanua

Salah satu peninggalan leluhur yang berada di Suku Tonsawang yaitu Lesung Batu milik Nawo / Dotu Datumbanua yang terletak di Desa Tombatu Satu Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara "Katuahan".

Lesung Nawo / Dotu Datumbanua

Nawo / Dotu Datumbanua yang beristrikan perempuan bernama Subanen dipercayai adalah sosok yang semasa hidupnya telah merancang pertanian yang berada di Tombatu / Betelen, dan dapat kita lihat  hingga kini bila mengunjungi Wanua Tombatu , dan konon cerita lesung ini sempat jatuh ke bawah bukit dan pada gambar tersebut diatas adalah tempat dimana lesung tersebut berada sekarang setelah diangkat dari bawah bukit dan hal ini dipercayai adalah awal mula keberadaan Suku Tonsawang mulai terangkat / dikenal oleh suku lain.

Nawo Datumbanua juga dipercaya adalah Dotu yang sering berkeliling keberbagai benua dan dari kunjungannya inilah sehingga mendapatkan inspirasi untuk merancang pertanian yang berada di Wanua Betelen / Tombatu.

Jumat, 14 November 2014

Sejarah Watu / Batu Pinabetengan & Watu Tumotowa

Alkisah keturunan Toar dan Lumimuut telah berkembang biak memenuhi wilayah pemukiman awal mereka,yakni Tu'ur in tana. sampai suatu masa datanglah musibah serta bencana alam beruntun yang menjadi peringatan bahwa mereka harus mengosongkan Tu'ur in Tana dan menemkan lahan penghidupan baru. Atas petunjuk burung manguni, mereka harus berjalan menentang jalannya mentari ke arah Timur, lalu berbelok ke Utara. Disekitar Sumeseput, disanalah kehidupan yg baru dari kaum keturunan Toar Lumimuut. Setelah melalui berbagai rintangan dan derita, tibalah mereka disebuah perbukitan yang dinamai Tonderukan yang dari sini terpampang pemandangan yang indah, luas dan sangat subur tepat sesuai petunjuk Manguni-Makasiouw, di salah satu sisi tegaklah Gunung Soputan ( semeseput ). Segera para kumeter, pemimpin mapalus membangun pemukiman di tempat yang dinamai Ranolesi ( Terletak di antara Tumaratas dan Tou're sekarang ). Sebelum para Walian menyiapkan upacara kurban syukur, mereka mencarikan tempat untuk mendirikan Tumotowa sesuai dengan kebiasaan ( Tumotowa berupa batu yang menjadi mezbah ritual sekaligus menandai berdirinya pemukiman suatu komunitas ).


Selanjutnya karena yang di jadikan Tumotowa kali ini adalah sebuah altar alamiah,berupa Batu besar yang memanjang dari Timur ke Barat,dan saat di jumpai di atasnya bertengger Burung Manguni sementara lainnya disekitar itu di tunggui ular hitam,maka kaum yg besar ini segera dinyatakan sebagai Watu Tumotowa Wangko ( mezbah Agung ). Dengan di pimpin Tonaas Walian Wangko ( Pada masa tertentu terdapat Pemimpin Pemerintahan yang sekaligus pemangku adat kepercayaan ). Merekapun melangsungkan upacara dengan kurban bakaran sangat banyak berupa sejumlah hewan hutan hasil buruan para Waraney. Di situlah dicetuskan "Nuwu i Tu'a" ( Amanat dari yang di tuakan ) atau yg kemudian lebih dikenal sebagai Amanat Watu Pinawetengan : Bahwa tanah ini adalah milik kita bersama, sesuai petunjuk sang manguni bagi bagikanlah tanah ini, rambahilah tapal-tapal baru lahan penghidupan, wahai pekerja! kuasai dan pertahankanlah wilayah, wahai satria! Agar keturunan kita dapat hidup dan memberikan kehidupan! Akad se tu'us tumou o tumou tou.
Batu / Watu Pinabetengan

Mezbah utama ini kemudian disebut "Watu Pinawetengan" sebab dibatu inilah dirundingkan dan diamanatkan pembagian wilayah pemukiman kaum keturunan Toar Lumimuut. Seterusnya Watu Pinawetengan menjadi tempat pertemuan para pemimpin anak-anak suku bangsa Minahasa setiap kali menghadapi persoalan besar dan membutuhkan pengukuhan kembali janji setia Maesaan ( persatuan ). Namun kemudian, seiring tahun berganti tahun, abad berganti abad, Watu Pinawetengan sempat hilang ditelan bumi. Meski dipermukaan area tersebut para pemimpin adat dan generasi ke generasi selalu datang melangsungkan upacara. Pengalian atas batu tersebut baru dilakukan pd tahun 1888, sesuai hasil analisis J.A.T. Schwarz dan J.G.F. Riedel ( Masing-masing adalah putera dari Pdt. J.G. Schwarz dan Pdt. J.F. Riedel-dua misionaris yg berperan penting menginjili Minahasa ). Berdasarkan petunjuk sejumlah tuturan dan sastra lisan yg diwarisi oleh orang-orang tua. Bila kita menghayati nilai dan semangat Maesaan yang tetap dan semakin dibutuhkan di zaman modern ini. Salah satu amanat yang pernah dicetuskan para leluhur di watu pinawetengan, yakni Nuwu I Ngeluan: Bila kita bertumpuk,menyebarlah. Bila kita tersebar,tetap satulah kita dan selalu kembalilah membangun daerah kita tercinta Minahasa raya.
Watu Tumotowa didirikan oleh setiap komunitas orang minahasa dimanapun mereka mulai membuka pemukiman. Itu menjadi mezbah umat untuk memohon restu bermukim, semoga tanah dan air diberi berlimpah untuk sumber kehidupan. Dan untuk seterusnya digunakan sebagai tempat sekaum untuk berkomunikasi dengan Empung Wailan Wangko 'Tuhan Yang Maha Esa'. 

Watu Tumotowa dari anak suku Tontemboan dan sebagian Toulour "Towa: memanggil, memohon hadirat Tuhan". Anak suku Tonsea : Watu Tumou. Orang Toudano : Panimbe, Tombulu : Watu Pahlalesan. Setiap hendak membuka pemukiman baru, para leluhur Minahasa melepaskan seekor ayam jantan ditempat yang telah dipilih. Dimana ayam itu pertama kali mengais / mencakar tanah, disitulah batu Altar didirikan. Dan rumah-rumah penduduk pun mulai didirikan disekitar area yang menjadi tempat suci tersebut. Di kakas, di permukaan batu yang merupakan titik awal pembangunan negeri itu tergurat bekas cakaran ayam (Kina'kas ni ko'ko'-dan menjadi asal mula nama negeri itu: Ka'kas). di Tompaso Baru, sebuah batu tumotowa terpahat ditebing batu, dan ini dipercaya oleh kalangan tertentu sebagai pemukiman mula dari keturunan Toar Lumimuut sebelum mereka pindah kekawasan Tonderukan dan sekitarnya. 

Keistimewaan dari watu tumotowa di tompaso ini ialah, pertama : bahwa ia merupakan salah satu dari mezbah yang paling awal didirikan orang minahasa sebelum mereka memenuhi seluruh penjuru jazirah utara sulawesi dan mendirikan Watu Tumotowa di masing-masing tempatnya sampai menjadi banyak. Kedua : Watu yang sekarang terletak di tengah arena pacuan kuda ini dipercaya sebagai tempat upacara yang serangkaian dengan upacara besar di Watu Pinawetengan. 

Jika diatas, di watu pinawetengan dipimpin Muntu-untu, pemimpin tertinggi yang kemudian menjadi Opo, Maka yang dibawah di watu tumotowa dipimpin oleh bawahan Muntu-Untu yakni Miyoh-Iyoh. Opo Mioyoh adalah Opo Bumi yang bersemayam didalam tanah. Istri Mioyoh adalah Tende Wene, Dewi Padi (wene:padi). Upacara upacara yang dilakukan di Watu Tumotowa maupun di Watu Pinawetengan memang senantiasa dikaitkan dengan permohonan untuk kesuburan dan keberhasilan panen.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More