DEWATA PENGUASA LANGIT
Para dewata ini mempunyai kekuasaan di seluruh alam, dan dipuncaki oleh Yu Huang Da Di sebagai dewata tertinggi yang melaksanakan pemerintahan alam semesta dan dibantu oleh para dewata lain seperti Dewa Halilintar, Dewa Bintang, dan lain-lain. Tugas mereka adalah mengatur semua yang ada dikawasan langit seperti peredaran bintang, keamanan khayangan, hembusan angin dan berkelebatnya kilat dan lain-lain gejala alam.
1.YU HUANG DA DI
Yu Huang Da Di (Giok Hong Tay Tee-Hokkian), biasanya disebut sebagai Tian Gong Zu (Thian Kong Co-Hokkian), kadang-kadang disebut sebagai Yu Huang Shang Di (Giok Hong Siang Te-Hokkian) yang secara harafiah berarti "Kaisar Pualam", sebab Pualam atau Kumala (Yu-Mandarin, Giok-Hokkian) merupakan lambang kesucian. Beliau dianggap sebagai pelaksana tertinggi pemerintahan alam semesta, bertahta di khayangan.
Pada jaman dahulu hanya kaisar saja yang boleh melakukan upacara sembahyang kepada-Nya, menteri atau rakyat biasa tidak diijinkan. Pada masa Zheng Cheng Gong, di Taiwan pernah melakukan sembahyang kepada Yu Huang untuk mewakili kaisar dinasti Ming. Tiongkok pada masa itu sudah dikuasai oleh bangsa Manzhu, dinasti Ming sudah runtuh. Tapi di Taiwan, Zheng Cheng Gong masih tetap berkuasa dan menjalankan pemerintahan sebagai menteri kerajaan Ming, karena Kaisar Ming sudah tiada maka untuk bersembahyang kepada Tian dia merasa perlu mewakili. Barulah sesudah keturunan Zheng Cheng Gong menyerah kepada pemerintah dinasti Qing (Manzhu), upacara ini dihentikan. Setelah itulah meskipun tidak diperkenankan melakukan upacara sembahyang kepada Tian, rakyat kebanyakan melakukan sembahyang dirumah masing-masing dihadapan pedupaan pemujaan, untuk bersujud kepada Tian dan berdoa memohon keselamatan.
Pada masa pertengahan dinasti Qing, karena kerajaan sibuk memulihkan keamanan diberbagai propinsi di Tiongkok, maka pemujaan resmi tidak dilakukan lagi. Rakyat lalu melakukan pemujaan di kelenteng dimana Zheng Cheng Gong melakukan upacara tersebut, dan secara resmi ditempatkan altar untuk Tian dikelenteng tersebut, yang lazimnya disebut Tian Gong Miao.
Bersamaan waktunya juga didirikan kelenteng Yu Huang Gong, digunung Jian San, dan pada tahun Jia Qing ke-5 ditambah sebuah area Yu Huang Shang Di. JAdi sekarang di Taiwan terdapat dua buah kelenteng untuk memuja Yu Huang Da Di. Pengunjung kedua kelenteng ini sangat banyak, terutama pada tanggal 9 bulan 1 Imlik, yang dianggap hari ulang Tahun Yu Huang Da Di, kecuali itu perkumpulan-perkumpulan swasta yang memuja Yu Huang pun mulai banyak diantaranya yang terkenal adalah perkumpulan Jing Xian Tang yang didirikan pada tahun Xian Feng yang ke-8.
Pemujaan terhadap Tian ini merupakan perwujudan pandangan orang Tionghoa tradisional tentang bersatu padunya langit (Tuhan) dan manusia, sebab itu di ruang belakang kelenteng ada papan bertuliskan "Tian Di Yi Li" (yang berarti langit/Tuhan dan bumi punya tata krama yang sama). Kesemua ini punya makna mendidik masyarakat untuk memberkahi siapa saja yang berbuat baik dan akan menghukum yang berbuat jahat.
Asal usul pemujaan Yu Huang yang kemudian banyak memperoleh gelar kehormatan, kira-kira sebagai berikut : Kaisar Zhen-zong dari dinasti Song (A.D 1005) terpaksa harus menanda tangani kapitulasi damai dengan orang Tungus (Ji-tan). Karena hal yang memalukan ini kerajaan mengalami krisis kepercayaan dari rakyat, sehingga dukungan dari massa dikhawatirkan merosot. Untuk menenangkan rakyatnya sang kaisar berlaku seakan-akan ia bisa melakukan komunikasi langsung dengan dewata dilangit. Pada suatu hari, pada bulan yang kesepuluh tahun 1012, dikumpulkannya semua menterinya dan beliau lalu bersabda "Di dalam mimpiku, seorang Dewa telah datang kepadaku dengan membawa sepucuk surat dari Yu Huang Da Di dan mengatakan bahwa leluhurku akan datang sendiri dan dipertemukan dengan aku".
Sungguh ajaib apa yang dikatakannya menjadi nyata, Song Tai-zu (Pendiri dinasti Song) tiba-tiba menampakkan diri di depannya Baginda Kaisar Song Zhen-song sangat heran sekali. Sejak saat itulah lalu diadakan sembahyangan pemujaan terhadap Yu Huang Shang Di, disamping catatan sejarah ini masih ada sebuah legenda yang menjelaskan asal-usul Yu Huang.
Dikisahkan pada sebuah negeri yang bernama Guan Yan Miao Luo Guo, Raja Jing De dan permaisurinya Bao Yue sedang bersusah hati. Sudah bertahun-tahun mereka mendambakan putra, tapi tak kunjung tiba juga. Sudah berpuluh-puluh orang pendeta Taoist didatangkan untuk memimpin upacara sembahyang kepada Penguasa Alam, supaya permohonannya terkabul, tapi hasilnya nihil. Pada suatu malam sang permasuri bermimpi, dilihatnya Lao Jun sedang menunggang seekor naga sambil menggendong seorang anak laki-laki. Dewa itu terbang kearahnya, segera permaisuri memohon agar anak laki-laki itu diberikan kepadanya sebagai penerus tahta kerajaan, "Aku tidak berkeberatan" kata Lao Jun ini terimalah, sang permaisuri segera berlutut menghaturkan terima kasih. Ketika sadar dari mimpinya dia mendapati dirinya berbadan dua. Pada akhir tahun seorang pangeran telah lahir, sejak usia masih muda sekali sang pangeran sudah menunjukkan suatu pribadi yang welas asih terhadap sesamanya yang sedang dirundung malang, terutama terhadap orang miskin. Setelah ayahanda meninggal, beliau lalu naik tahta, tapi hanya beberapa hari saja dia memerintah, beliau melepaskan kekuasaannya dan mengangkat seorang perdana menteri sebagai pengganti, lalu pergi bertapa di pegunungan Pu Ming dipropinsi Shanxi dan di pegunungan Xiu Yan dipropinsi Yunan. Setelah memperoleh kesempurnaan, hari-hari dilewatinya dengan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Pada saat menjalankan tugas kebajikan inilah beliau wafat. Kaisar Cheng Zong dan Hui Zong dari dinasti Song menganugrahi beliau dengan bermacam-macam titel antara lain YU Huang Da Di, yang tetap dipakai orang-orang sampai sekarang.
Kaum Buddist dan Taoist masing-masing mengaku bahwa Yu Huang adalah Tuhan mereka. Kaum Buddist menganggapnya sebagai Indra, dalam hal ini bisa dianggap Yu Huang adalah Dewasa Buddist yang dimasukkan dalam khasanah Dewa-dewa Taoist.
Yu Huang sering kali dianggap sebagai lambang akan kepercayaan alam semesta. Jing De, ayahnya adalah matahari dan sang permaisuri Bao Yue ibunya adalah lambang rembulan. Perkawinan mereka adalah melambangkan lahirnya kekuatan yang menyelimuti alam dengan kehidupan penuh kesuburan dan bunga-bunga.
2. DEWI PENGUASA LANGIT BARAT DAN TIMUR
(XI WANG MU DAN DONGWANG GONG)
Dikisahkan pada sebuah negeri yang bernama Guan Yan Miao Luo Guo, Raja Jing De dan permaisurinya Bao Yue sedang bersusah hati. Sudah bertahun-tahun mereka mendambakan putra, tapi tak kunjung tiba juga. Sudah berpuluh-puluh orang pendeta Taoist didatangkan untuk memimpin upacara sembahyang kepada Penguasa Alam, supaya permohonannya terkabul, tapi hasilnya nihil. Pada suatu malam sang permasuri bermimpi, dilihatnya Lao Jun sedang menunggang seekor naga sambil menggendong seorang anak laki-laki. Dewa itu terbang kearahnya, segera permaisuri memohon agar anak laki-laki itu diberikan kepadanya sebagai penerus tahta kerajaan, "Aku tidak berkeberatan" kata Lao Jun ini terimalah, sang permaisuri segera berlutut menghaturkan terima kasih. Ketika sadar dari mimpinya dia mendapati dirinya berbadan dua. Pada akhir tahun seorang pangeran telah lahir, sejak usia masih muda sekali sang pangeran sudah menunjukkan suatu pribadi yang welas asih terhadap sesamanya yang sedang dirundung malang, terutama terhadap orang miskin. Setelah ayahanda meninggal, beliau lalu naik tahta, tapi hanya beberapa hari saja dia memerintah, beliau melepaskan kekuasaannya dan mengangkat seorang perdana menteri sebagai pengganti, lalu pergi bertapa di pegunungan Pu Ming dipropinsi Shanxi dan di pegunungan Xiu Yan dipropinsi Yunan. Setelah memperoleh kesempurnaan, hari-hari dilewatinya dengan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Pada saat menjalankan tugas kebajikan inilah beliau wafat. Kaisar Cheng Zong dan Hui Zong dari dinasti Song menganugrahi beliau dengan bermacam-macam titel antara lain YU Huang Da Di, yang tetap dipakai orang-orang sampai sekarang.
Kaum Buddist dan Taoist masing-masing mengaku bahwa Yu Huang adalah Tuhan mereka. Kaum Buddist menganggapnya sebagai Indra, dalam hal ini bisa dianggap Yu Huang adalah Dewasa Buddist yang dimasukkan dalam khasanah Dewa-dewa Taoist.
Yu Huang sering kali dianggap sebagai lambang akan kepercayaan alam semesta. Jing De, ayahnya adalah matahari dan sang permaisuri Bao Yue ibunya adalah lambang rembulan. Perkawinan mereka adalah melambangkan lahirnya kekuatan yang menyelimuti alam dengan kehidupan penuh kesuburan dan bunga-bunga.
2. DEWI PENGUASA LANGIT BARAT DAN TIMUR
(XI WANG MU DAN DONGWANG GONG)
Xi
Wang Mu, yang secara umum dipanggil Wang Mu Niang Niang (Ong Bo Nio
Nio-Hokkian), sering juga disebut sebagai Yao Chi Jin Mu. Ada anggapan
yang menyatakan ia adalah permaisuri Yu Huang Da Di. Xi Wang Mu
diciptakan dari intisari yang paling murni dari hawa langit bagian barat
dan lahir ditempat yang disebut "Yi-Chuan", dengan nama keluarga Hou.
Nama kecilnya adalah Hui alias Wan-Jin, ia adalah penguasa langit bagian
barat, ia bersama Dong Wang Gong yang diciptakan dari intisari hawa
langit bagian timur (Penguasa Langit bagian Timur), merupakan lambang
Yin dan Yang atau negatif dan positif, kedua unsur ini bekerja sama
menciptakan langit dan bumi beserta mahluk dialam semesta. Jadi kedua
unsur inilah yang menjadi asas yang paling hakiki dari kehidupan, dan
merupakan nafas dari segala mahluk hidup.
Xi
Wang Mu bertempat tinggal digunung Gun Lun Shan, gunung suci bagi kaum
Taoisme, sama halnya dengan gunung Semeru bagi umat Buddha yang
berselimutkan salju, Pegunungan Gun Lun mempunyai keliling 1000 li atau
333 mil. Istananya dikelilingi oleh benteng dari emas dan batu mulia,
sedangkan pavilium disebelah kanannya merupakan tempat bermukim para
dewa, yang terbagi menjadi beberapa golongan menurut warna pakaian yang
dikenakannya yaitu merah, biru, hitam, ungu, kuning dan warna alam.
Disini terdapat sebuah air mancur besar yang dibangun dari
bermacam-macam batu mulia dan disebut yao-chi atau Telaga Zamrud.
Pesta buah tao atau persik (Tho-Hokkian) atau Pan Tao Hui
diselenggarakan disini dengan dihadiri oleh kalangan dewa-dewa. Pesta
ini diadakan untuk menikmati buah Tao, yang konon hanya berbuah 3.000
tahun sekali, dan siapa saja yang menyantapnya akan memperoleh umur
panjang, hari inilah yang ditetapkan sebagai hari lahir Xi Wang Mu,
disaat para dewa berkumpul untuk memberi selamat kepadanya.
Tentang
Pan Tao Hui ini sedikit diceritakan dalam cerita klasik terkenal Xi You
Ji (See Yu Ki-Hokkian) si Raja Kera yang sakti, telah mendapat gelar Oi
Tian Da Sheng (Ce Thian Tay Seng-Hokkian), melahap habis semua buah tao
yang akan dihidangkan buat Pan Tao Hui tersebut. Ia masih kurang puas,
sehingga semua makanan yang disediakan untuk menjamu para dewa yang
hadir pun tidak luput dari incarannya. Pesta itupun batal, sehingga Wang
Mu Niang Niang marah besar, ia segera melaporkan kejadian itu pada Yu
Huang Da Di, para malaikat dan bala tentara kahyangan yang diperintahkan
menangkap Sun Wu Kong, tidak berhasil, tetapi akhirnya dengan bantuan
Ru Lai Fo (Djie Lay Hud), Sun Wu Kong dapat ditaklukan dan dihukum
dengan ditindih gunung Wu Xing Shan selama 500 tahun.
Dong
wang Gong disebut juga Dong Hua Di Jun (Teng Hoa Te Kun-Hokkian) adalah
penguasa langit Timur, dewata ini diciptakan dari intisari uap air
dilangit timur dan merupakan penguasa unsur jantan "Yang" dan semua
negeri sebelah timur. Istananya dilangit yang terselubung halimun
berkubah awan ungu dan bertembok awan jingga, dia mempunyai pelayan Xian
Tong (Jejaka Dewa) dan Yu Nu (Gadis Kumala). Mula-mula dewata ini
disebut Mu Gong, tapi karena kekuasaannya dilangit timur ia disebut Dong
Wang Gong (Paduka Raja dari Timur). Dia menguasai daftar semua dewa
pria dan wanita, hari lahir Dong Wang diperingati pada tanggal 1 bulan
10 Imlik, dan Xi Wang Mu pada tanggal 18 bulan 7 Imlik.
Sebelum
tahun 1950 pemujaan Dewata ini jarang terdapat di Taiwan, barulah
dengan berdirinya aliran Zi Hui Tang di Taiwan, pemujaan mulai meluas di
Indonesia masih jarang, tapi kabarnya di Surabaya ada kelenteng yang
memuja Xi Wang Mu.
3. PANGERAN KE-EMPAT (YU HUANG TAI-ZI)
Yu
Huang Tai Zi (Giok Hong Thay-cu_Hokkian) adalah putra keempat Yu Huang
Da Di, hari ulang tahunnya adalah tanggal 2 bulan 5 Imlik. Dulu karena
rakyat umum tidak diperkenankan bersembahyang kepada Yu Huang, mereka
membuat patung pangeran ke IV ini untuk disembah, dengan harapan agar
doa mereka dapat didengar oleh sang Pangeran, dan kemudian disampaikan
kepada Ayahnya.
Di
Taiwan pada jaman kekuasaan Zheng Cheng Gong, didirikan kelenteng Yu
Huang Tai-zi Gong dipuncak gunung Jian Shan, untuk meyembahnya.
Kelenteng tersebut kemudian berubah nama menjadi Tian Gong Miao, karena
digunakan untuk memuja Yu Huang Da Di, didalam Yu Huang Gong di tempat
lain, ada juga pemujaan terhadap putri Yu Huang yang ke empat.
Tujuan pemujaan kira-kira sama dengan pemujaan terhadap Yu Huang Tai-Zi, hari lahirnya pada tanggal 6 bulan 9 Imlek.
4. DEWA LANGIT UTARA (XUAN TIAN SHANG DI)
Xuan
Tian Shang Di (Hian Thian Siang Te-Hokkian) adalah salah satu dewa yang
paling populer, wilayah pemujaannya sangat luas, dari Tiongkok Utara
sampai Selatan, Taiwan, Malaysia dan Indonesia. Orang biasanya
menyebutnya sebagai Shang Di Gong (Siang Te Kong-Hokkian), kedudukannya
dalam kalangan malaikat tinggi sekali, setingkat di bawah Yu Huang Da
Di, dan merupakan salah satu dari Si Tian Shang Di atau empat Maha Raja
Langit. Si Tian Shang Di terdiri dari Qing Tian Shang Di di Timur, Yan
Tian Shang Di di selatan, Bai Tian Shang Di di Barat dan Xuan Tian Shang
Di di Utara. Beliau mempunyai wewenang di langit bagian utara dan
menjadi pemimpin tertinggi para malaikat dikawasan itu, sebab itu
patungnya selalu dilukiskan dengan menginjak kura-kura dan ular. Xuan Wu
adalah dewa yang berkedudukan diwilayah utara dan dilambangkan sebagai
ular dan kura-kura. Xuan Tian Shang Di yang disebut juga Zhen Wu Da Di
(Cin Bti Tay Tee-Hokkian) adalah Xuan Wu. Lalu pada jaman dinasti Song
secara resmi huruf Xuan diganti Zhen, dan sebutan Xuan Wu diganti Zhen
Wu Da Di sebelah kanan dan kiri Xuan Tian biasanya terdapat dua orang
pengawal yaitu jendral Kang dan jendral Zhao.
Pemujaan
terhadap Xuan Tian Shang Di mulai berkembang pada masa dinasti Ming,
dikisahkan pada masa permulaan pergerakannya Zhu Yuan Zhang (Pendiri
dinasti Ming), dalam suatu pertempuran pernah mengalami kekalahan besar,
sehingga ia terpaksa bersembunyi di pegunungan Wu Dang Shan (Bu Tong
San-Hokkian), dipropinsi Hu Bei, dalam sebuah kelenteng Shang Di Miao.
Berkat perlindungan Shang Di Gong (sebutan populer Xuan Tian Shang Di),
Zhu Yuan Zhang dapat terhindar dari kejaran pasukan Mongol, yang
mengadakan operasi penumpasan besar-besaran terhadap sisa-sisa
pasukannya. Kemudian berkat batuan Xuan Tian Shang Di, maka Zhu Yuan
Zhang berhasil mengusir penjajah Mongol dan menumbangkan dinasti Yuan.
Ia mendirikan dinasti Ming, setelah mengalahkan saingan-saingannya dalam
mempersatukan Tiongkok. Untuk mengenang jasa-jasa Xua Tian Shang Di dan
berterima kasih atas perlindungannya, ia lalu mendirikan kelenteng
pemujaan di ibu kota Nanjing (Nanking) dan digunung Wu Dang Shan. Sejak
itu Wu Dang Shan menjadi tempat suci bagi penganut Taoisme.
Kelentengnya, dengan patung Xuan Tian dari tembaga, bisa dilihat sampai
sekarang, disamping itu Shang Di Gong juga diangkat sebagai Dewa
Pelindung Negara. Tiap tahun tanggal 3 bulan 3 Imlik ditetapkan sebagai
hari She-jietnya dan tanggal 9 bulan 9 Imlik adalah hari beliau mencapai
kesempurnaan dan diadakan upacara sembahyang besar-besaran pada
hari-hari itu. Sejak itulah pemujaan Shang Di Gong meluas keseluruh
negeri, dan hampir disetiap kota besar ada kelenteng yang memujanya.
Di
Taiwan pada masa Zheng Cheng Gong berkuasa, banyak kelenteng Shang Di
Gong didirikan, tujuannya adalah untuk menambah wibawa pemerintah dan
menjadi pusat pemujaa bersama rakyat dan tentara, oleh sebab itu maka
kelenteng Shang Di Miao tersebar diberbagai tempat diantaranya yang
terbesar adalah di Tainan yang dibangun pada waktu Belanda berkuasa di
Taiwan.
Setelah jatuhnya Zheng Cheng Gong, dinasti Qing dari Manzhu yang berkuasa, mendiskreditkan Shang Di Gong dengan mengatakan bahwa beliu sebetulnya adalah seorang jagal yang telah bertobat. Usaha ini mempunyai tujuan politik yaitu melenyapkan dan mengkikis habis sisa-sisa pengikut dinasti Ming secara moral, dengan memanfaatkan dongeng aliran buddha tentang seorang jagal yang telah bertobat lalu membelah perutnya sendiri, membuang seluruh isinya dan menjadi pengikut Buddha. Kura-kura dan ular yang diinjak itu dikatakan sebagai usus dan jerohan si jagal, oleh sebab itu maka tingkatannya diturunkan menjadi malaikat pelindung Penjagalan. Pembangunan kelenteng-kelenteng Shang Di Miao, sejak itu sangat berkurang. Pada masa dinasti Qing ini pembangunan kelenteng Shang Di Miao hanya satu yaitu Lao Gu She Miao di Tainan, tapi sebetulnya kaisar-kaisar Manzhu sangat menghormati Xuan Tian Shang Di ini, terbukti dengan dibangunnya kelenteng pemujaan khusus untuk Shang Di Gong dikomplek kota terlarang, yaitu Istana Kekaisaran di Beijing, yang dinamakan Qin An Tian dan satu lagi di istana Persingahan di Chengde.
Mengenai riwayat Xuan Tian Shang Di ini, seorang pengarang yang hidup pada akhir dinasti Ming, Yu Xiang Tou telah menulis sebuah novel yang bersifat dongeng yang berjudul "Bei You Ji" atau "Catatan Perjalanan ke Utara". Novel ini sekarang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul dalam lafal Hokkian Pak Yu Ki, dalam bentuk cerita bergambar oleh penerbit Zambhala dari yayasan tridarma Jakarta.
Adapun ringkasan riwayat Zhen Wu atau Xuan Tian Shang Di seperti yang dikisahkan dalam novel tersebut adalah sebagai berikut :
Dikisahkan Yu Huang Da Di (Giok Hong Tay Tee-Hokkian) telah menyatakan keinginannya untuk turun ke dunia, maka satu diantara ketiga rohnya lalu lahir sebagai manusia pada keluarga Liu (Bandingkan dengan kepercayaan Kristen tentang Trinitas). Ayahnya Liu Tian Jun, kemudian memberi nama Zhang Sheng yang berarti "Tumbuh Subur". Liu Zhang Sheng tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas, pada usia tiga tahun ia sudah dapat membawakan sanjak dan memuat syair.
Ditaman keluarga Liu (law-Hokkian) itu terdapat pohon yang besar dan tinggi serta memancarkan cahaya yang berkilauan, ternyata disitu bersemayam Duo Bao Fo (To Po Hud-Hokkian) atau Buddha Prabutaratna Tathagata. Sang Buddha melihat Liu Zhang Sheng begitu tekun bersembahyang dibawah pohon itu, begitu tulus memujanya sehingga ia merasa kasihan dan meninggalkan pohon itu. Sepeninggal Duo Bao Fo maka pohon itu menjadi kering dan cahayanya lenyap. Liu Zhang Sheng sangat masygul melihat pohon kesayangannya layu, Duo Bao Fo lalu muncul dihadapannya dan menjelaskan mengapa pohon itu bersinar berkilau-kilauan tapi sekarang layu, Zhang Sheng menyatakan ingin ikut sang Buddha pergi ke istana langit, shang Buddha menyanggupi tapi orang tuanya tidak mengijinkan, Liu Zhang Sheng memaksa dengan diantar ratap tagis orang tuanya dia ikut Duo Bao Fo terbang ke langit, oleh sang Buddha dia diantar ke San Qing Tian (Sam Tjeng Tian-Hokkian yang berarti Istana Tiga Kesucian) tempat kediaman miao Le Tian-zun seorang tokoh agama Dao (Tao). Setelah mengetahui keinginan Liu Zhang Sheng yaitu ingin menjadi Dewa, Miao Le mengatakan bahwa untuk menjadi dewa ia harus lahir didunia kembali untuk bertapa dan mengalami berbagai kesukaran dan cobaan, serta tahan menderita. Lalu Miao Le menambahkan "sebagai manusia kau harus menghilangkan pikiran yang bukan-bukan, kalu ingin berhasil, sekali berbuat kesalahan kau akan gagal".
Kembali Liu Zhang Sheng menitis kedunia, kali ini menjadi seorang putra raja yang bernama Xuan Ming, karena kegagahannya Xuan Ming akhirnya diangkat mengantikan ayahnya yang wafat dan menjadi raja dinegeri itu. Pada suatu hari Miao Le Tian Zun datang dan mendidiknya memahami masalah kedewaan, dibawah asuhan Miao Le ia lalu meninggalkan segala kemewahan dunia sebagai raja dan mengikuti Miao Le pergi ke gunung untuk bertapa digunung Feng Lai Shan (Hong Lay San-Hokkian) mereka mendirikan gubuk dan tinggal disana sambil mempelajari kitab-kitab suci dan ajaran-ajaran Dao.
Sudah bertahun-tahun Xuan Ming bertapa, maka suatu hari Miao Le Tian Zun (Biauw Lok Thian Cun-Hokkian) berniat mengujinya, disuruhnya Xuan Ming turun gunung untuk membeli buah Tao, Miao Le menyamar menjadi seorang wanita desa yang cantik dan mencegatnya sambil menawarkan buah persik dengan harga luar biasa mahal yaitu 1.000 tael massebuah, tapi bila Xuan Ming mau memperistrikannya maka buah persik tersebut diberikannya dengan gratis. Xuan Ming terpaksa mengabulkan permintaannya dengan syarat "Aku adalah seorang pertapa, dalam hidup ini memperistrimu adalah tidak mungkin, hanya pada penitisan yang akan datang aku bersedia mengawinimu" Si wanita dengan tersenyum menjawab, "Dalam penitisan yang akan datang tidaklah menjadi soal, yang penting adalah kesanggupanmu. Sekarang terimalah buah ini", tiba-tiba wanita itu lenyap dan Miao Le Tian Zun berdiri dihadapannya dengan wajah gusar "Engkau menginginkan seorang wanita berarti kau masih terikat pada keduniawian, karena itu untuk mencapai kedewaan pada saat ini adalah mustahil, kau harus menitis kembali kedunia". Xuan Ming menangis menyesali perbuatan dan kecerobohannya.
Akhirnya dengan diantar oleh Miao Le, Xuan Ming menitis kembali lagi kedunia negeri Jing Luo Guo (Ceng Lok Kok-Hokkian) sebagai putera raja yang bernama Xuan Yuan Tai Zi. Ketika berusia 15 tahun, dalam suatu keramaian pada perayaan Yuan Xiao (Goan Siauw- Hokkian, Capgome), Xuan Yuan menjadi dingin hatinya melihat banyaknya kesengsaraan dan kekerasan dimasyarakat, dilihatnya orang berhantam karena berebut wanita, seorang penjambret dihajar oleh massa sampai babak belur, orang kaya dengan segala kemewahannya berpesta pora, sedang dijalan-jalan orang miskin mati kelaparan. Ini semua menggugah keinginannya untuk menjadi dewa dengan meninggalkan keduniawian, seperti pada penitisan yang lalu. mendengar keinginannya ini raja sangat marah, Xuan Yuan dijebloskan dalam penjara, pada saat ia dalam penjara itulah Miao Le Tian Zun datang menolongnya dan membawanya kegunung Wu Dang Shan (Bu Tong San-Hokkian), disana ia melanjutkan tapanya untuk menjadi dewa. Berkali-kali ayahnya menyuruh orang meminta dia pulang, tapi tekadnya tetap teguh, ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa, setelah 20 tahun bertapa Miao Le diam-diam menyuruh malaikat penguasa gunung Wu Dang untuk mengujinya, sang malaikat menyamar sebagi seorang wanita cantik yang mencoba dengan berbagai cara untuk merayu Xuan Yuan, Xuan Yuan kehabisan akal untuk menolaknya, ia lalu bangkit dari meditasinya dan meninggalkan tempat itu, dikaki gunung ia melihat seorang wanita tua mengasah sebatang besi diatas batu, ketika Xuan Yuan bertanya apa maksudnya mengasah besi, nenek itu menjawab dia sedang membuat jarum untuk cucunya. Xuan Yuan termenung mendengar ucapan nenek, ia sadar akan makna yang terkandung dalamnya, dengan teguhnya hati besi batangan pun dapat digosok menjadi jarum. Xuan Yuan lalu kembali menjalankan tapanya dengan tekun setelah berhasil mengatasi berbagai macam godaan, 20 tahun kemudian Miao Le menjemputnya dan naik ke langit untuk bertemu dengan Yu Huang Shang Di (Giok Hong Siang Tee-Hokkian). Yu Huang lalu berfirman dan mengangkat Xuan Yuan menjadi dewa dengan gelar Xuan Tian Shang Di dan berkuasa disebelah utara dan bertugas memerangi kejahatan serta menangkap siluman dan iblis yang mengacau dunia.
Selanjutnya dikisahkan Xuan Tian Shang Di turun kebumi menaklukkan berbagai siluman, antara lain Siluman Ular dan siluman kura-kura, yang kemudian menjadi pengikutnya, disamping itu seorang tokoh dunia gelap Zhao Gong Ming (Tio Kong Bing-Hokkian) juga ditaklukkan dan menjadi pengawalnya sebagai pembawa bendera berwarna hitam.
Dalam kisah ini oleh pengarang kura-kura dan ular yang merupakan lambang Dewa Utara (Xuan Wu) sengaja dipersonifikasikan sebagai manusia untuk lebih menonjolkan Zhen Wu. Akhirnya kisah ini dihubungkan dengan sejarah dinasti Ming dimana diceritakan bagaimana Zhen Wu atau Xuan Tiang Shang Di membantu Zhu Yuang Zhang mengalahkan Kerajaan Yuan (Mongol).
Sehubungan dengan kura-kura dan ular ini, para pengusaha rakit bambu di Taiwan dan Hongkong memuja Xuan Tian Shang Di, agar kura-kura dan ular disungai-sungai tidak berani menimbulkan ombak dan gelombang yang mengancam usaha mereka, kecuali di Taiwan dan Hongkong pemujaan terhadap Xuan Tian ini juga menyebar di Asia Tenggara terutama di Malysia, Singapura dan Indonesia. Disingapura kelenteng yang terkenal memuja Xuan Tian adalah Wak Hai Cheng Bio di Philip Street, di Indonesia hampir setiap kelenteng menyediakan altar untuknya.
Menurut cerita, Kelenteng Xuan Tian Shang Di yang pertama di Indonesia adalah Kelenteng Welahan, jawa tengah. Disemarang sebagian besar kelenteng ada tempat pemujaan untuknya, sedangkan yang khusus memuja Xuan Tiang Shang Di sebagai tuan rumah adalah kelenteng Gerajen dan Bugangan.
Disisni dapat dilihat bahwa Xuan Tian Shang Di adalah dewa Taoisme yang kepopulerannya sejajar dengan Guan Yin dan Guan Di (Kwan Tee- Kwan Kong_Hokkian).
Tian shang Di atau Zhen Wu Da Di ditampilkan sebagai seorang dewa yang memekai pakaian perang keemasan, tangan kanannya menghunus pedang penakluk iblis, dan dengan kedua kakinya yang tanpa sepatu menginjak kura-kura dan ular, wajahnya gagah berwibawa dihias dengan jenggot panjang dan rambutnya terurai kebelakang lepas, tidak diikat atau dikonde sebagai umumnya rambut pria pada jaman itu. Patung-patung Zhen Wu yang terdapat didalam kelenteng-kelenteng digunung Wu Dang Shan semuanya juga bergaya demikian.
Cerita-cerita yang beredar dikalangan rakyat, wajah maupun bentuk tubuh patung Xuan Tian itu sesungguhnya adalah wajah kaisar yong Le dari Dinasti Ming atau yang sering disebut sebagai Ming Cheng Zu (1403-1424), sebab itu ada sebuah pemeo yang mengatakan "Patung Zhen Wu, berwajah Yong Le" menurut catatan warta dari Hubei "Patung Xuan Tian dan Kaisar Yong Le memang mempunyai kaitan yang erat, seperti diketahui pada masa permulaan Dinasti Ming, Zhu Di yang sering kali disebut sebagai pangeran Yan Wang yang berkedudukan di Beijing telah menggerakkan pasukan merebut tahta kerajaan yang pada waktu itu diduduki oleh keponakannya yaitu kaisar Hui Di. Zhu Di lalu kemudian mengangkat dirinya sebagai kaisar ke-3 Dinasti Ming dengan gelar Cheng Zu dan tahun kerajaannya diganti menjadi Yong Le yang berarti "Kegembiraan Abadi", sebab itu ia lajim disebut sebagai kaisar Yong Le. Banyak menteri yang tidak menyetujui tindakan kaisar baru ini, mereka tidak puas tapi tak berani terang-terangan mengutarakan kejengkelannya. Umumnya mereka menganut Dao Jiao (Agama Dao, Taoisme) dan memuja Xuan Tian Shang Di. Maka diam-diam mereka berdoa kepada sang dewa agar Kaisar Yong Le dihukum karena perbuatan makarnya.
Tentu saja, Kaisar Yong Le mengetahui kasak-kususk dikalangan para menteri itu, pada waktu itu memang pemujaan Xuan Tian Shang Di sangat berkembang, Kaisar memerintahkan pembangunan kelenteng secara besar-besaran di Wu Dang Shan, dan banyak patung dewa itu dibuat untuk ditempatkan disana, dalam hati sang kaisar berpikir kamu sekalian mempercayai Dewa, aku akan membuat dewa buat kalian, tak hanya membuat bahkan menjadikan diriku menjadi dewa yang kalian sembah, kalau sudah begitu aku tidak kuatir lagi kalian membangkang perintahku". Dikumpulkannya tukang-tukang pahat kenamaan diseluruh negeri dan diperintahkan membuat area Xuan Tian Shang Di, kepada mereka Kaisar berkata : "Zhen Wu adalah seorang Maha Dewa dari Kahyangan, wajahnya gagah dan berwibawa. Kalian harus berhasil mengambarkan secara tepat".
Para tukang itu kebingungan mereka belum pernah melihat rupa Xuan Tian Shang Di, bagaimana dapat mengambarkan dengan tepat, mereka mengerahkan semua kemampuan seninya untuk memahat dan akhirnya terciptalah beberapa macam sosok Xuan Tian. Umumnya mengambarkan Dewa ini sebagai seorang pria yang tampan dengan berbagai macam bentuk tubuhnya, ada yang tinggi, gagah, ada yang pendek kekar, berwajah serius atau tersenyum ramah dalam keadaan berdiri dan menghunus pedang atau duduk besila dalam semedi.
diduga kaisar tidak puas sama sekali dengan hasil pahatan mereka, bahkan menuduh mereka tidak sungguh-sungguh sehingga menjatuhkan citra Sang Dewa. Mereka semua mengalami nasib buruk, ada yang dipenjara, dibuang bahkan ada juga yang dihukum pancung.
Kaisar mendengar kabar bahwa ada seorang pemahat ulung dari suku Korea yang namanya sangat termasyur sampai kemanca negara, pemahat itu biasanya disebut Guru Ji. Tanpa menunggu lebih lama, sang Kaisar memerintahkan agar sang pemahat dipanggil, guru Ji dan para anggota keluarganya paham bahwa memenuhi panggilan Kaisar berarti suatu kepergian yang belum tentu bisa pulang dengan selamat. Tapi firman kaisar tidak dapat ditolak, maka dengan diiringi ratapan sanak keluarganya ia berangkat ke Beijing memenuhi panggilan Kaisar Yong Le. Dalam benaknya Guru Ji berfikir, Kaisar membunuh para pemahat mungkin disebabkan karena mereka tidak dapat menduga secara tepat apa yang dikehendakinya, akan kucoba menerka apa sesungguhnya yang dikehendaki Kaisar dalam pembuatan patung ini", begitulah dengan langkah yang tegap ia pergi menghadap Kaisar. Pada saat itu kebetulan kaisar sedang mandi, ketika mendengar guru Ji datang menhadap ia lalu memerintahkan agar sang pemahat langsung menemui dia dikamar mandinya, Guru Ji lalu berlutut dihadapan kaisar tanpa berani menegadahkan mukanya untuk memandang wajah sang kaisar, tapi dia berusaha untuk mangamati segala gerak-gerik Kaisar dengan cermat.
"Hamba belum pernah melihat wajah Maha Dewa Zhen Wu yang berada di Kahyangan, sedangkan manusia dibumi ini begini banyak maka sulit bagi hamba untuk memilih wajah siapa yang pantas untuk dijadikan model wajah Zhen Wu Da Di, apa daya hamba"< demikian Guru Ji berkata kepada Kaisar. "Tolol", Kaisar membentak sambil beberapa kali menghentakkan kakinya, "gunakan otakmu untuk berpikir", mendengar jawaban kaisar, mendadak seberkas sinar terang terlintas dalam benak Guru Ji, "Bukankah ia menghendaki aku memakai kakinya yang telanjang sebagai model", untuk lebih mempertegas dugaannya ia lalu berkata" Kalau hamba sudah betul-betul memahami bentuk tubuh yang akan dipahat, barulah hamba berani memahat patung itu, tapi Kaisar pura-pura seakan-akan tidak sengaja lalu memutus perkataan sang pemahat; "Menegadahlah" kali ini nada suaranya berubah agak ramah. Sekarang Guru Ji betul-betul telah paham maksud Kaisar, nyalinya menjadi besar, ditegadahkannya kepalanya dan dilihatnya Kaisar berdiri dihadapannya. Wajahnya bundar, hidungnya besar, dan matanya agak menonjol, karena habis mandi rambutnya terurai kebelakang dan kakinya telanjang. Hati Guru Ji jelaskah sudah, tapi ia masih juga bertanya: "Wajah Zhen Wu Da Di harus hamba buat bagaimana ?" Kaisar tidak menjawab, hanya meraba-raba kepalanya sambil menepu-nepuk, isyarat ini bagi Guru Ji sudah lebih dari cukup, Ia lalu keluar dari istana dan mulai membuat model patung Xuan Tian berdasarkan keadaan kaisar Yong Le pada waktu habis mandi dan akhirnya sebuah patung perunggu yang beratnya 20.000 kati berhasil dibuat.
Begitu melihat hasil buatan Guru Ji, Kaisar tak henti-hentinya mangangguk-angguk dan memuji patung Zhen Wu yang satu ini sungguh-sungguh bagus dan sesuai dengan kehendaknya. Lalu Kaisar memotong sebagian jenggotnya dan diletakkan didagu patung itu, sejak itulah kaisar Yong Le sekaligus menjadi Kaisar di dunia dan "Dewa dilangit". Orang-orang tidak berani menentangnya lagi dan patung ini sampai sekarang masih ada dikelenteng Zi Xiao Gong digunung Wu Dang. Para pematung lain kemudian menjadikan patung tersebut sebagi model patung Xuan Tuan yang baku, sehingga patung-patung yang muncul kemudian berbentuk seperti itu. Patung Xuang Tian yang kita lihat di Welahan dan kelenteng Tay Kak Sie Semarang juga bergaya demikian, hanya oleh para pemula sering ditambah mahkota dari kertas yang diganti tiap-tiap tahun.
Wu Dang Shan, gunung suci para penganut Daoisme, terletak dipropinsi Hubei, Tiongkok tengah, sejak jaman Dinasti Tang kelenteng-kelenteng sudah mulai didirikan didana, tapi pembagunan besar-besaran adalah pada masa pemerintahan Kaisar Yong Le pada jaman dinasti Ming. Tidak mengherankan karena Xuan Tian Shang Di diangkat sebagai Dewa pelindung Kerajaan. diantara kelenteng-kelenteng disana yang terkenal adalah Yu Xu Gong (Giok Hi Kiong-Hokkian) yang terletak dibagian barat laut puncak utama Wu Dang Shan, bangunannya bergaya istana Beijing lalu adalagi Yu Zhen Gong yang dibangun pada tahun Yong Le ke 15. Kelenteng ini terletak dikaki utara Wu Dang Shan, disini terdapat pemujaan dan patung Zhang San Feng (Thio Sam Hong-Hokkian) pendiri persilatan cabang Wu Dang (Bu Tong Pay-Hokkian).
Kelenteng Zi Xiao Gong terletak dipuncak timur laut, bangunan kuil inilah yang paling lengkap dan merupakan pusat dari keseluruhan rangkaian tempat ibadah digunung itu, patung perunggu Zhen Wu Da Di hasil pahatan Guru Ji itu ditempatkan disini. Dikelenteng ini anda akan melihat juga lambang gunung Wu Dang Shan yaitu patung kura-kura dan ular, patung logam itu menggambarkan seekor kura-kura sedang dililit erat-erat oleh seekor ular. katanya sang ular bermaksud memaksa sang kura-kura memuntahkan semua isi perutnya.
Menurut kepercayaan, kura-kura itu berasal dari perut besar (maag) dan sang ular dari usus Zhen Wu, yang berubah rupa. Dikisahkan suatu ketika dalam samadhinya yang tanpa makan dan minum, Zhen Wu alias Xuan Tian merasakan usus dan lambungnya sedang bertengkar, rupanya rasa lapar yang amat sangat menyebabkan kedua organ itu saling salah menyalahkan, Zhen Wu menyadari kalau hal ini dibiarkan dapat mempengaruhi ketentraman batinnya. Dalam kejengkelannya, ia lalu membelah perutnya dan mengeluarkan kedua anggota badan itu, lalu dilemparkan ke rerumputan dibelakangnya, kemudian seperti tanpa terjadi sesuatu ia melanjutkan samadhinya.
Sang perut besar (lambung) dan usus karena tiap hari mendengarkan Zhen Wu membaca ayat-ayat suci Dao, lama kelamaan memiliki tenaga gaib juga, keduanya lalu berubah jadi kura-kura dan ular dan menyelinap turun gunung untuk memakan ternak dan juga manusia. Zhen Wu yang telah menjadi dewa sangat murka akan kejadian ini, dengan pedang terhunus dan mengendarai awan ia turun gunung, tebasan pedangnya dipunggung sang kura-kura meninggalkan bekas sampai sekarang, sejak itu punggung kura-kura tampak guratan-guratan seperti bekas tebasan pedang. Dengan tali wasiat diikatnya leher sang ular, sehingga sejak itu leher ular menjadi lebih kecil dari tubuhnya.
Kura-kura dan ular setelah ditaklukkan memperoleh pangkat "Erjiang" yang berarti "dua panglima" dan menjadi landasan tempat duduk Zhen Wu, tapi sang kura-kura rupanya masih belum hilang watak silumannya, hal ini diketahui oleh Zhen Wu, beliau lalu memerintah sang ular melilit tubuh kura-kura erat-erat, agar segala barang yang pernah ditelannya dimuntahkan kembali, dan supaya mengungkapkan semua kejahatan yang telah dilakukannya. Patung dari kura-kura dan ular ini sampai sekarang masih ada diruang belakang kelenteng Zi Xiao Gong dan selanjutnya dijadikan logo yang melambangkan gunung Wu Dang Shan.
Masih ada satu peninggalan penting yang ada sangkut pautnya dengan Zhen Wu Da Di, yaitu sebuah sumur yang dinamakan Mo Zhen Jing (Sumur tempat mengasah jarum). Konon pada waktu Zhen Wu sedang melakukan tapa digunung ini hatinya terasa goyah, ia lalu memutuskan untuk lari meninggalkan tempat itu sampai ditepi sumur ini ia melihat seorang wanita tua sedang mengasah alu besi. Zhen Wu merasa heran lalu menanyakan apa maksud nenek itu mengasah alu besi, dengan tertawa si nenek berkata bahwa ia sedang mengasah alu untuk membuat jarum sulam, mendengar jawaban ini Zhen Wu baru menyadari maksud yang terkandung dibalik perkataan sang nenek. Segera ia kembali ke atas gunung untuk melanjutkan tapanya. Nama "mo-znen-jing" dengan demikian menjadi terkenal. Kini didekat sumur itu dibangun ragon dan patung seorang nenek tua yang mengasah alu.
Setelah jatuhnya Zheng Cheng Gong, dinasti Qing dari Manzhu yang berkuasa, mendiskreditkan Shang Di Gong dengan mengatakan bahwa beliu sebetulnya adalah seorang jagal yang telah bertobat. Usaha ini mempunyai tujuan politik yaitu melenyapkan dan mengkikis habis sisa-sisa pengikut dinasti Ming secara moral, dengan memanfaatkan dongeng aliran buddha tentang seorang jagal yang telah bertobat lalu membelah perutnya sendiri, membuang seluruh isinya dan menjadi pengikut Buddha. Kura-kura dan ular yang diinjak itu dikatakan sebagai usus dan jerohan si jagal, oleh sebab itu maka tingkatannya diturunkan menjadi malaikat pelindung Penjagalan. Pembangunan kelenteng-kelenteng Shang Di Miao, sejak itu sangat berkurang. Pada masa dinasti Qing ini pembangunan kelenteng Shang Di Miao hanya satu yaitu Lao Gu She Miao di Tainan, tapi sebetulnya kaisar-kaisar Manzhu sangat menghormati Xuan Tian Shang Di ini, terbukti dengan dibangunnya kelenteng pemujaan khusus untuk Shang Di Gong dikomplek kota terlarang, yaitu Istana Kekaisaran di Beijing, yang dinamakan Qin An Tian dan satu lagi di istana Persingahan di Chengde.
Mengenai riwayat Xuan Tian Shang Di ini, seorang pengarang yang hidup pada akhir dinasti Ming, Yu Xiang Tou telah menulis sebuah novel yang bersifat dongeng yang berjudul "Bei You Ji" atau "Catatan Perjalanan ke Utara". Novel ini sekarang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul dalam lafal Hokkian Pak Yu Ki, dalam bentuk cerita bergambar oleh penerbit Zambhala dari yayasan tridarma Jakarta.
Adapun ringkasan riwayat Zhen Wu atau Xuan Tian Shang Di seperti yang dikisahkan dalam novel tersebut adalah sebagai berikut :
Dikisahkan Yu Huang Da Di (Giok Hong Tay Tee-Hokkian) telah menyatakan keinginannya untuk turun ke dunia, maka satu diantara ketiga rohnya lalu lahir sebagai manusia pada keluarga Liu (Bandingkan dengan kepercayaan Kristen tentang Trinitas). Ayahnya Liu Tian Jun, kemudian memberi nama Zhang Sheng yang berarti "Tumbuh Subur". Liu Zhang Sheng tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas, pada usia tiga tahun ia sudah dapat membawakan sanjak dan memuat syair.
Ditaman keluarga Liu (law-Hokkian) itu terdapat pohon yang besar dan tinggi serta memancarkan cahaya yang berkilauan, ternyata disitu bersemayam Duo Bao Fo (To Po Hud-Hokkian) atau Buddha Prabutaratna Tathagata. Sang Buddha melihat Liu Zhang Sheng begitu tekun bersembahyang dibawah pohon itu, begitu tulus memujanya sehingga ia merasa kasihan dan meninggalkan pohon itu. Sepeninggal Duo Bao Fo maka pohon itu menjadi kering dan cahayanya lenyap. Liu Zhang Sheng sangat masygul melihat pohon kesayangannya layu, Duo Bao Fo lalu muncul dihadapannya dan menjelaskan mengapa pohon itu bersinar berkilau-kilauan tapi sekarang layu, Zhang Sheng menyatakan ingin ikut sang Buddha pergi ke istana langit, shang Buddha menyanggupi tapi orang tuanya tidak mengijinkan, Liu Zhang Sheng memaksa dengan diantar ratap tagis orang tuanya dia ikut Duo Bao Fo terbang ke langit, oleh sang Buddha dia diantar ke San Qing Tian (Sam Tjeng Tian-Hokkian yang berarti Istana Tiga Kesucian) tempat kediaman miao Le Tian-zun seorang tokoh agama Dao (Tao). Setelah mengetahui keinginan Liu Zhang Sheng yaitu ingin menjadi Dewa, Miao Le mengatakan bahwa untuk menjadi dewa ia harus lahir didunia kembali untuk bertapa dan mengalami berbagai kesukaran dan cobaan, serta tahan menderita. Lalu Miao Le menambahkan "sebagai manusia kau harus menghilangkan pikiran yang bukan-bukan, kalu ingin berhasil, sekali berbuat kesalahan kau akan gagal".
Kembali Liu Zhang Sheng menitis kedunia, kali ini menjadi seorang putra raja yang bernama Xuan Ming, karena kegagahannya Xuan Ming akhirnya diangkat mengantikan ayahnya yang wafat dan menjadi raja dinegeri itu. Pada suatu hari Miao Le Tian Zun datang dan mendidiknya memahami masalah kedewaan, dibawah asuhan Miao Le ia lalu meninggalkan segala kemewahan dunia sebagai raja dan mengikuti Miao Le pergi ke gunung untuk bertapa digunung Feng Lai Shan (Hong Lay San-Hokkian) mereka mendirikan gubuk dan tinggal disana sambil mempelajari kitab-kitab suci dan ajaran-ajaran Dao.
Sudah bertahun-tahun Xuan Ming bertapa, maka suatu hari Miao Le Tian Zun (Biauw Lok Thian Cun-Hokkian) berniat mengujinya, disuruhnya Xuan Ming turun gunung untuk membeli buah Tao, Miao Le menyamar menjadi seorang wanita desa yang cantik dan mencegatnya sambil menawarkan buah persik dengan harga luar biasa mahal yaitu 1.000 tael massebuah, tapi bila Xuan Ming mau memperistrikannya maka buah persik tersebut diberikannya dengan gratis. Xuan Ming terpaksa mengabulkan permintaannya dengan syarat "Aku adalah seorang pertapa, dalam hidup ini memperistrimu adalah tidak mungkin, hanya pada penitisan yang akan datang aku bersedia mengawinimu" Si wanita dengan tersenyum menjawab, "Dalam penitisan yang akan datang tidaklah menjadi soal, yang penting adalah kesanggupanmu. Sekarang terimalah buah ini", tiba-tiba wanita itu lenyap dan Miao Le Tian Zun berdiri dihadapannya dengan wajah gusar "Engkau menginginkan seorang wanita berarti kau masih terikat pada keduniawian, karena itu untuk mencapai kedewaan pada saat ini adalah mustahil, kau harus menitis kembali kedunia". Xuan Ming menangis menyesali perbuatan dan kecerobohannya.
Akhirnya dengan diantar oleh Miao Le, Xuan Ming menitis kembali lagi kedunia negeri Jing Luo Guo (Ceng Lok Kok-Hokkian) sebagai putera raja yang bernama Xuan Yuan Tai Zi. Ketika berusia 15 tahun, dalam suatu keramaian pada perayaan Yuan Xiao (Goan Siauw- Hokkian, Capgome), Xuan Yuan menjadi dingin hatinya melihat banyaknya kesengsaraan dan kekerasan dimasyarakat, dilihatnya orang berhantam karena berebut wanita, seorang penjambret dihajar oleh massa sampai babak belur, orang kaya dengan segala kemewahannya berpesta pora, sedang dijalan-jalan orang miskin mati kelaparan. Ini semua menggugah keinginannya untuk menjadi dewa dengan meninggalkan keduniawian, seperti pada penitisan yang lalu. mendengar keinginannya ini raja sangat marah, Xuan Yuan dijebloskan dalam penjara, pada saat ia dalam penjara itulah Miao Le Tian Zun datang menolongnya dan membawanya kegunung Wu Dang Shan (Bu Tong San-Hokkian), disana ia melanjutkan tapanya untuk menjadi dewa. Berkali-kali ayahnya menyuruh orang meminta dia pulang, tapi tekadnya tetap teguh, ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa, setelah 20 tahun bertapa Miao Le diam-diam menyuruh malaikat penguasa gunung Wu Dang untuk mengujinya, sang malaikat menyamar sebagi seorang wanita cantik yang mencoba dengan berbagai cara untuk merayu Xuan Yuan, Xuan Yuan kehabisan akal untuk menolaknya, ia lalu bangkit dari meditasinya dan meninggalkan tempat itu, dikaki gunung ia melihat seorang wanita tua mengasah sebatang besi diatas batu, ketika Xuan Yuan bertanya apa maksudnya mengasah besi, nenek itu menjawab dia sedang membuat jarum untuk cucunya. Xuan Yuan termenung mendengar ucapan nenek, ia sadar akan makna yang terkandung dalamnya, dengan teguhnya hati besi batangan pun dapat digosok menjadi jarum. Xuan Yuan lalu kembali menjalankan tapanya dengan tekun setelah berhasil mengatasi berbagai macam godaan, 20 tahun kemudian Miao Le menjemputnya dan naik ke langit untuk bertemu dengan Yu Huang Shang Di (Giok Hong Siang Tee-Hokkian). Yu Huang lalu berfirman dan mengangkat Xuan Yuan menjadi dewa dengan gelar Xuan Tian Shang Di dan berkuasa disebelah utara dan bertugas memerangi kejahatan serta menangkap siluman dan iblis yang mengacau dunia.
Selanjutnya dikisahkan Xuan Tian Shang Di turun kebumi menaklukkan berbagai siluman, antara lain Siluman Ular dan siluman kura-kura, yang kemudian menjadi pengikutnya, disamping itu seorang tokoh dunia gelap Zhao Gong Ming (Tio Kong Bing-Hokkian) juga ditaklukkan dan menjadi pengawalnya sebagai pembawa bendera berwarna hitam.
Dalam kisah ini oleh pengarang kura-kura dan ular yang merupakan lambang Dewa Utara (Xuan Wu) sengaja dipersonifikasikan sebagai manusia untuk lebih menonjolkan Zhen Wu. Akhirnya kisah ini dihubungkan dengan sejarah dinasti Ming dimana diceritakan bagaimana Zhen Wu atau Xuan Tiang Shang Di membantu Zhu Yuang Zhang mengalahkan Kerajaan Yuan (Mongol).
Sehubungan dengan kura-kura dan ular ini, para pengusaha rakit bambu di Taiwan dan Hongkong memuja Xuan Tian Shang Di, agar kura-kura dan ular disungai-sungai tidak berani menimbulkan ombak dan gelombang yang mengancam usaha mereka, kecuali di Taiwan dan Hongkong pemujaan terhadap Xuan Tian ini juga menyebar di Asia Tenggara terutama di Malysia, Singapura dan Indonesia. Disingapura kelenteng yang terkenal memuja Xuan Tian adalah Wak Hai Cheng Bio di Philip Street, di Indonesia hampir setiap kelenteng menyediakan altar untuknya.
Menurut cerita, Kelenteng Xuan Tian Shang Di yang pertama di Indonesia adalah Kelenteng Welahan, jawa tengah. Disemarang sebagian besar kelenteng ada tempat pemujaan untuknya, sedangkan yang khusus memuja Xuan Tiang Shang Di sebagai tuan rumah adalah kelenteng Gerajen dan Bugangan.
Disisni dapat dilihat bahwa Xuan Tian Shang Di adalah dewa Taoisme yang kepopulerannya sejajar dengan Guan Yin dan Guan Di (Kwan Tee- Kwan Kong_Hokkian).
Tian shang Di atau Zhen Wu Da Di ditampilkan sebagai seorang dewa yang memekai pakaian perang keemasan, tangan kanannya menghunus pedang penakluk iblis, dan dengan kedua kakinya yang tanpa sepatu menginjak kura-kura dan ular, wajahnya gagah berwibawa dihias dengan jenggot panjang dan rambutnya terurai kebelakang lepas, tidak diikat atau dikonde sebagai umumnya rambut pria pada jaman itu. Patung-patung Zhen Wu yang terdapat didalam kelenteng-kelenteng digunung Wu Dang Shan semuanya juga bergaya demikian.
Cerita-cerita yang beredar dikalangan rakyat, wajah maupun bentuk tubuh patung Xuan Tian itu sesungguhnya adalah wajah kaisar yong Le dari Dinasti Ming atau yang sering disebut sebagai Ming Cheng Zu (1403-1424), sebab itu ada sebuah pemeo yang mengatakan "Patung Zhen Wu, berwajah Yong Le" menurut catatan warta dari Hubei "Patung Xuan Tian dan Kaisar Yong Le memang mempunyai kaitan yang erat, seperti diketahui pada masa permulaan Dinasti Ming, Zhu Di yang sering kali disebut sebagai pangeran Yan Wang yang berkedudukan di Beijing telah menggerakkan pasukan merebut tahta kerajaan yang pada waktu itu diduduki oleh keponakannya yaitu kaisar Hui Di. Zhu Di lalu kemudian mengangkat dirinya sebagai kaisar ke-3 Dinasti Ming dengan gelar Cheng Zu dan tahun kerajaannya diganti menjadi Yong Le yang berarti "Kegembiraan Abadi", sebab itu ia lajim disebut sebagai kaisar Yong Le. Banyak menteri yang tidak menyetujui tindakan kaisar baru ini, mereka tidak puas tapi tak berani terang-terangan mengutarakan kejengkelannya. Umumnya mereka menganut Dao Jiao (Agama Dao, Taoisme) dan memuja Xuan Tian Shang Di. Maka diam-diam mereka berdoa kepada sang dewa agar Kaisar Yong Le dihukum karena perbuatan makarnya.
Tentu saja, Kaisar Yong Le mengetahui kasak-kususk dikalangan para menteri itu, pada waktu itu memang pemujaan Xuan Tian Shang Di sangat berkembang, Kaisar memerintahkan pembangunan kelenteng secara besar-besaran di Wu Dang Shan, dan banyak patung dewa itu dibuat untuk ditempatkan disana, dalam hati sang kaisar berpikir kamu sekalian mempercayai Dewa, aku akan membuat dewa buat kalian, tak hanya membuat bahkan menjadikan diriku menjadi dewa yang kalian sembah, kalau sudah begitu aku tidak kuatir lagi kalian membangkang perintahku". Dikumpulkannya tukang-tukang pahat kenamaan diseluruh negeri dan diperintahkan membuat area Xuan Tian Shang Di, kepada mereka Kaisar berkata : "Zhen Wu adalah seorang Maha Dewa dari Kahyangan, wajahnya gagah dan berwibawa. Kalian harus berhasil mengambarkan secara tepat".
Para tukang itu kebingungan mereka belum pernah melihat rupa Xuan Tian Shang Di, bagaimana dapat mengambarkan dengan tepat, mereka mengerahkan semua kemampuan seninya untuk memahat dan akhirnya terciptalah beberapa macam sosok Xuan Tian. Umumnya mengambarkan Dewa ini sebagai seorang pria yang tampan dengan berbagai macam bentuk tubuhnya, ada yang tinggi, gagah, ada yang pendek kekar, berwajah serius atau tersenyum ramah dalam keadaan berdiri dan menghunus pedang atau duduk besila dalam semedi.
diduga kaisar tidak puas sama sekali dengan hasil pahatan mereka, bahkan menuduh mereka tidak sungguh-sungguh sehingga menjatuhkan citra Sang Dewa. Mereka semua mengalami nasib buruk, ada yang dipenjara, dibuang bahkan ada juga yang dihukum pancung.
Kaisar mendengar kabar bahwa ada seorang pemahat ulung dari suku Korea yang namanya sangat termasyur sampai kemanca negara, pemahat itu biasanya disebut Guru Ji. Tanpa menunggu lebih lama, sang Kaisar memerintahkan agar sang pemahat dipanggil, guru Ji dan para anggota keluarganya paham bahwa memenuhi panggilan Kaisar berarti suatu kepergian yang belum tentu bisa pulang dengan selamat. Tapi firman kaisar tidak dapat ditolak, maka dengan diiringi ratapan sanak keluarganya ia berangkat ke Beijing memenuhi panggilan Kaisar Yong Le. Dalam benaknya Guru Ji berfikir, Kaisar membunuh para pemahat mungkin disebabkan karena mereka tidak dapat menduga secara tepat apa yang dikehendakinya, akan kucoba menerka apa sesungguhnya yang dikehendaki Kaisar dalam pembuatan patung ini", begitulah dengan langkah yang tegap ia pergi menghadap Kaisar. Pada saat itu kebetulan kaisar sedang mandi, ketika mendengar guru Ji datang menhadap ia lalu memerintahkan agar sang pemahat langsung menemui dia dikamar mandinya, Guru Ji lalu berlutut dihadapan kaisar tanpa berani menegadahkan mukanya untuk memandang wajah sang kaisar, tapi dia berusaha untuk mangamati segala gerak-gerik Kaisar dengan cermat.
"Hamba belum pernah melihat wajah Maha Dewa Zhen Wu yang berada di Kahyangan, sedangkan manusia dibumi ini begini banyak maka sulit bagi hamba untuk memilih wajah siapa yang pantas untuk dijadikan model wajah Zhen Wu Da Di, apa daya hamba"< demikian Guru Ji berkata kepada Kaisar. "Tolol", Kaisar membentak sambil beberapa kali menghentakkan kakinya, "gunakan otakmu untuk berpikir", mendengar jawaban kaisar, mendadak seberkas sinar terang terlintas dalam benak Guru Ji, "Bukankah ia menghendaki aku memakai kakinya yang telanjang sebagai model", untuk lebih mempertegas dugaannya ia lalu berkata" Kalau hamba sudah betul-betul memahami bentuk tubuh yang akan dipahat, barulah hamba berani memahat patung itu, tapi Kaisar pura-pura seakan-akan tidak sengaja lalu memutus perkataan sang pemahat; "Menegadahlah" kali ini nada suaranya berubah agak ramah. Sekarang Guru Ji betul-betul telah paham maksud Kaisar, nyalinya menjadi besar, ditegadahkannya kepalanya dan dilihatnya Kaisar berdiri dihadapannya. Wajahnya bundar, hidungnya besar, dan matanya agak menonjol, karena habis mandi rambutnya terurai kebelakang dan kakinya telanjang. Hati Guru Ji jelaskah sudah, tapi ia masih juga bertanya: "Wajah Zhen Wu Da Di harus hamba buat bagaimana ?" Kaisar tidak menjawab, hanya meraba-raba kepalanya sambil menepu-nepuk, isyarat ini bagi Guru Ji sudah lebih dari cukup, Ia lalu keluar dari istana dan mulai membuat model patung Xuan Tian berdasarkan keadaan kaisar Yong Le pada waktu habis mandi dan akhirnya sebuah patung perunggu yang beratnya 20.000 kati berhasil dibuat.
Begitu melihat hasil buatan Guru Ji, Kaisar tak henti-hentinya mangangguk-angguk dan memuji patung Zhen Wu yang satu ini sungguh-sungguh bagus dan sesuai dengan kehendaknya. Lalu Kaisar memotong sebagian jenggotnya dan diletakkan didagu patung itu, sejak itulah kaisar Yong Le sekaligus menjadi Kaisar di dunia dan "Dewa dilangit". Orang-orang tidak berani menentangnya lagi dan patung ini sampai sekarang masih ada dikelenteng Zi Xiao Gong digunung Wu Dang. Para pematung lain kemudian menjadikan patung tersebut sebagi model patung Xuan Tuan yang baku, sehingga patung-patung yang muncul kemudian berbentuk seperti itu. Patung Xuang Tian yang kita lihat di Welahan dan kelenteng Tay Kak Sie Semarang juga bergaya demikian, hanya oleh para pemula sering ditambah mahkota dari kertas yang diganti tiap-tiap tahun.
Wu Dang Shan, gunung suci para penganut Daoisme, terletak dipropinsi Hubei, Tiongkok tengah, sejak jaman Dinasti Tang kelenteng-kelenteng sudah mulai didirikan didana, tapi pembagunan besar-besaran adalah pada masa pemerintahan Kaisar Yong Le pada jaman dinasti Ming. Tidak mengherankan karena Xuan Tian Shang Di diangkat sebagai Dewa pelindung Kerajaan. diantara kelenteng-kelenteng disana yang terkenal adalah Yu Xu Gong (Giok Hi Kiong-Hokkian) yang terletak dibagian barat laut puncak utama Wu Dang Shan, bangunannya bergaya istana Beijing lalu adalagi Yu Zhen Gong yang dibangun pada tahun Yong Le ke 15. Kelenteng ini terletak dikaki utara Wu Dang Shan, disini terdapat pemujaan dan patung Zhang San Feng (Thio Sam Hong-Hokkian) pendiri persilatan cabang Wu Dang (Bu Tong Pay-Hokkian).
Kelenteng Zi Xiao Gong terletak dipuncak timur laut, bangunan kuil inilah yang paling lengkap dan merupakan pusat dari keseluruhan rangkaian tempat ibadah digunung itu, patung perunggu Zhen Wu Da Di hasil pahatan Guru Ji itu ditempatkan disini. Dikelenteng ini anda akan melihat juga lambang gunung Wu Dang Shan yaitu patung kura-kura dan ular, patung logam itu menggambarkan seekor kura-kura sedang dililit erat-erat oleh seekor ular. katanya sang ular bermaksud memaksa sang kura-kura memuntahkan semua isi perutnya.
Menurut kepercayaan, kura-kura itu berasal dari perut besar (maag) dan sang ular dari usus Zhen Wu, yang berubah rupa. Dikisahkan suatu ketika dalam samadhinya yang tanpa makan dan minum, Zhen Wu alias Xuan Tian merasakan usus dan lambungnya sedang bertengkar, rupanya rasa lapar yang amat sangat menyebabkan kedua organ itu saling salah menyalahkan, Zhen Wu menyadari kalau hal ini dibiarkan dapat mempengaruhi ketentraman batinnya. Dalam kejengkelannya, ia lalu membelah perutnya dan mengeluarkan kedua anggota badan itu, lalu dilemparkan ke rerumputan dibelakangnya, kemudian seperti tanpa terjadi sesuatu ia melanjutkan samadhinya.
Sang perut besar (lambung) dan usus karena tiap hari mendengarkan Zhen Wu membaca ayat-ayat suci Dao, lama kelamaan memiliki tenaga gaib juga, keduanya lalu berubah jadi kura-kura dan ular dan menyelinap turun gunung untuk memakan ternak dan juga manusia. Zhen Wu yang telah menjadi dewa sangat murka akan kejadian ini, dengan pedang terhunus dan mengendarai awan ia turun gunung, tebasan pedangnya dipunggung sang kura-kura meninggalkan bekas sampai sekarang, sejak itu punggung kura-kura tampak guratan-guratan seperti bekas tebasan pedang. Dengan tali wasiat diikatnya leher sang ular, sehingga sejak itu leher ular menjadi lebih kecil dari tubuhnya.
Kura-kura dan ular setelah ditaklukkan memperoleh pangkat "Erjiang" yang berarti "dua panglima" dan menjadi landasan tempat duduk Zhen Wu, tapi sang kura-kura rupanya masih belum hilang watak silumannya, hal ini diketahui oleh Zhen Wu, beliau lalu memerintah sang ular melilit tubuh kura-kura erat-erat, agar segala barang yang pernah ditelannya dimuntahkan kembali, dan supaya mengungkapkan semua kejahatan yang telah dilakukannya. Patung dari kura-kura dan ular ini sampai sekarang masih ada diruang belakang kelenteng Zi Xiao Gong dan selanjutnya dijadikan logo yang melambangkan gunung Wu Dang Shan.
Masih ada satu peninggalan penting yang ada sangkut pautnya dengan Zhen Wu Da Di, yaitu sebuah sumur yang dinamakan Mo Zhen Jing (Sumur tempat mengasah jarum). Konon pada waktu Zhen Wu sedang melakukan tapa digunung ini hatinya terasa goyah, ia lalu memutuskan untuk lari meninggalkan tempat itu sampai ditepi sumur ini ia melihat seorang wanita tua sedang mengasah alu besi. Zhen Wu merasa heran lalu menanyakan apa maksud nenek itu mengasah alu besi, dengan tertawa si nenek berkata bahwa ia sedang mengasah alu untuk membuat jarum sulam, mendengar jawaban ini Zhen Wu baru menyadari maksud yang terkandung dibalik perkataan sang nenek. Segera ia kembali ke atas gunung untuk melanjutkan tapanya. Nama "mo-znen-jing" dengan demikian menjadi terkenal. Kini didekat sumur itu dibangun ragon dan patung seorang nenek tua yang mengasah alu.