Minggu, 19 Oktober 2014

DEWA & DEWI KELENTENG Part 3

PENGERTIAN TENTANG TUHAN 
DIDALAM PEMUJAAN KELENTENG

Pengertian Tuhan dalam kepercayaan Tionghoa sebenarnya juga tidak berbeda dengan agama-agama yang lain, dianggap sebagai Pencipta Alam semesta dan segala Isinya. Dalam kepercayaan kalangan rakyat, Tuhan biasanya disebut sebagai "Tian" (Thian-Hokkian) atau "Shang Di" (Siang Te-Hokkian). Tian adalah penguasa tertinggi alam semesta ini, sebab itu kedudukanNya berada ditempat yang paling agung, sedang para dewa dan malaikat yang lain adalah para pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan dialam semesta ini, sesuai dengan fungsinya masing-masing.

PEMUJAAN TIAN DAN SHANG DI

Secara umum orang beranggapan bahwa "Tian" dan "Shang-di" adalah tidak berbeda, sebetulnya kedua istilah ini memiliki kandungan arti yang tidak sama. Orang Tionghoa umumnya percaya bahwa alam semesta ini selalu terdiri dari dua unsur yaitu unsur Negatif dan Positif atau secara umum disebut "Yin dan Yang" (Im-yang_Hokkian). Kepercayaan akan Yin dan Yang ini berlaku untuk semua hal, termasuk kepercayaan akan dunia fana dan alam baka, roh jahat (para siluman, iblis, saitan dan lain-lain). Didalam sistim pemerintahan, hal yang selalu bersifat dua ini tercermin dari adanya pemerintahan di dunia dan pemerintahan di sorga yang dilakukan oleh para dewata yang dipuncaki oleh Shang-di. Rakyat percaya bahwa pemerintahan surga memiliki struktur yang sama dengan sistim pemerintahan didunia. kalau pemerintahan dunia terdiri dari Kaisar, para keluarganya, perdana menteri, menteri-menteri sipil dan militer, menteri bagian upacara, pertanian dan lain-lain, maka pemerintahan surga pun dipimpin oleh Shang-di dan dibantu para dewa-dewa baik sipil maupun militer untuk mengatur tata tertib dialam semesta ini. Sebab inilah maka para Huang-di (Kaisar) yang di bumi merasa perlu untuk memuja Shang-di (Kaisar yang berkedudukan diatas) untuk memohon perlindungan dan berkah serta petunjuk-petunjuk untuk menjalankan roda pemerintahan dimayapada ini agar selalu selaras dengan kehendak shang-di.

Sebetulnya istilah "Tian" berarti tempat tinggal Shang-di, tapi karena kebingungan akan makna dan kekurangan pengetahuan akan bahasa kuno, maka tempat tinggal atau benda milik roh suci itu seringkali dipersonifikasikan dan dipuja sebagai pengganti atau pelengkap roh suci itu sendiri. Karena itulah, menurut E. T. C. Wernet dalam bukunya "Myths and Legends of China", Tian kemudian dipuja dan diwujudkan sebagai Shang-di sendiri. Jadi pemujaan Shang-di sudah ada terlebih dulu sebelum hal yang sama dilakukan terhadap "Tian".

Pemujaan terhadap Shang-di hanya boleh dilakukan oleh kaisar dan para keluarganya, karena beranggapan bahwa Shang-di adalah leluhur mereka dan memberikan mandat untuk memerintah dibumi ini. Rakyat biasa tidak diperbolehkan memuja Shang-di, karena dengan berbuat begitu dapat dianggap mendudukkan dirinya sebagai keluarga kaisar, suatu pelanggaran yang diancam dengan hukuman mati. Ketaatan pada kaisar yang menamakan dirinya sebagai wakil Shang-di, dengan menghormat dan mematuhi segala kehendaknya sudah dianggap sebagai penghormatan dan pemujaan kepada Shang-di sendiri secara tidak langsung. Jadi, pemujaan terhadap Shang-di tidak dapat dilakukan secara resmi dalam suatu upacara seperti yang dilakukan oleh para pejabat kerajaan. Upacara sembahyang kepada Shang-di hanya boleh dilakukan oleh keluarga kerajaan dan dipimpin oleh kaisar sendiri sebagai pendeta agung, dibantu oleh anggota keluarganya dadn para petinggi kerajaan yang lain. Pada saat ini rakyat jelata tidak diperkenankan untuk menghadiri ataupun mengadakan sembahyang walau dikediamannya sendiri.

Karena "Tian" yang merupakan kediaman para roh-roh suci kemudian juga dipersonifikasi dan dipuja, maka rakyat jelata yang tidak mempunyai hak untuk memuja Shang-di lalu mengalihkan pemujaan kepada Tian. Walaupun kaisar juga memuja Tian, tapi rakyat jelata tidak dilarang untuk memujanya juga. Sembahyang terhadap Tian biasanya dilakukan oleh pihak kerajaan di altar kerajaan yang disebut "Tian-tan" yang ada di ibukota Beijing. Sedang rakyat biasanya mengadakan dirumahnya masing-masing atau ditepi jalan, didepan pintu tanpa upacara macam-macam, cukup dengan sebatang dupa yang disojakan ke arah langit.

Lama-kelamaan, terutama sejak jaman dinasti Song (960-1280 Masehi), batasan antara "Tian" dan "Shang-di" menjadi kabur. Arti dari kedua istilah itu menjadi tak jelas lagi perbedaannya, kekaburan arti ini terus menerus berlangsung sampai sekarang, apalagi kaisar-kaisar pada dinasti yang kemudian tidak begitu ketat lagi dalam memberlakukan larangan pemujaan Shang-di oleh rakyat. Akibatnya orang kebanyakan berkata bahwa mereka mengadakan persembahan sederhana kepada Shang-di pada waktu menyalakan dupa dan lilin, padahal sebetulnya ia tidak berhak berbuat begitu, walaupun sangat menghormatinya, ia hanya tahu bahwa Tian adalah Shang-di dan Shang-di adalah Tian.

SEMBAHYANG UNTUK MENGHORMATI TIAN

Seperti telah diuraikan di atas, akhirnya tidak ada batasan lagi antara istilah Shang-di dan Tian. Sebutan Tian yang kemudian secara lebih akrab disebut Tian-gong (Thian-kong_Hokkian) menjadi istilah yang umum apabila kita menyebut Shang-di. Pemujaan terhadap Tian-gong ini kemudian meluas sampai kegolongan masyarakat yang paling bawah seperti petani dan lain-lain, bahkan kemudian muncul istilah "Chu Jiu Tian-gong Sheng". Istilah ini sangat populer di propinsi Fujian (Hokkkian) dan Taiwan, mempunyai arti bahwa pada tanggal 9 bulan pertama Imlik adalah ulang tahun Tian-gong, sebab itu masyarakat di dua tempat itu mengadakan sembahyang khusus untuk menghormati Tian, yang disebut "Jing Tian-gong" (King Thi-kong - Hokkian) Upacara sembahyang ini termasuk salah satu rangkaian upacara pada pesta menyambut musim semi yang berlangsung selama 5 hari.

Pada tanggal 9 bulan pertama Imlik itu, upacara sembahyang dilakukan mulai dari kalangan atas sampai orang-orang miskin sekalipun. Penduduk yang miskin cukup menempatkan sebuah pedupaan kecil yang digantungkan didepan pintu rumahnya dan menyalakan lidi dupa dari pagi sampai tengah malam terus menerus. bagi orang yang berada, acara sembahyang ini merupakan hal yang paling megah dan khusuk, sebuah meja besar yang di keempat kakinya diletakkan diatas dua buah bangku panjang, kemudian diatas meja tersebut diatur tiga buah "Shen-wei" (tempat roh) yang terbuat dari kertas warna-warni yang saling diletakkan, barulah kemudian di depan shen-wei dijajarkan tiga buah cawan kecil berisi teh, tiga buah mangkuk yang berisi misoa yang diikat dengan kertas merah. Sesudah itu enam macam masakan vegetarian (tanpa daging) dan lima macam buah diatur dibagian depan, inilah yang disebut "Wu-guo-liu-chai" (ngo koliok jay-Hokkian) yang berarti 5 macam buah dan 6 macam sayur, yang menjadi dasar utama dalam penataan barang sesaji upacara sembahyang gaya Tionghoa. Di bagian paling depan dipasang lilin 2 batang, dibawah meja utama yang diletakkan diatas bangku panjang ini terdapat sebuah meja kecil, sesajian yang terdiri dari ikan, ayam dan kepala babi dan lain-lain diletakkan di atasnya. Sesajian yang terdiri dari lima macam hewan ini disebut "wu-xing" (ngo-sing_Hokkian), kemudian masih ditambah lagi dengan beberapa benda sesaji seperti arak dan Kue kura-kura yang berwarna merah, konon sesajian meja baian bawah ini diperuntukkan para malaikat pengawal Tian-gong.

Sehari sebelum upacara sembahyang dimulai, seluruh penghuni rumah melakukan mandi keramas dan ganti baju. Sembahyang dilakukan tepat pukul 12 tengah malam, dimulai dengan anggota keluarga yang paling tua dalam urutan generasinya, semuanya melakukan "San-gui-jiu-kou" (Sam kui kiu khou-Hokkian) yaitu tiga kali berlutut dan sembilan kali menyentuhkan kepala ke tanah, sesudah selesai baru kemudian kertas emas yang dibuat khusus lalu dibakar bersama dengan tempat roh yang terbuat dari kertas warna-warni. Petasan kemudian dipasang untuk mengantar kepergian para malaikat peng-iring. Dikalangan Tionghoa perantau di indonesia, sembahyang ini dikenal dengan sebutan "Sembahyang Tuhan Allah", dan dilakukan dengan penuh kekhidmatan.

Tak jelas kapan masyarakat propinsi Fujian memulai sembahyang ini, sebuah sumber mengatakan bahwa sembahyang Tuhan Allah baru mulai ada pada jaman dinasti Qing. Seperti diketahui bahwa Fujian merupakan basis terakhir perlawanan sisa-sisa pasukan yang masih setia pada kerajaan Ming. Pada waktu pasukan Manzhu (Qing) memasuki Fujian mereka dihadapkan dengan perlawanan gigih dari rakyat setempat dan sisa-sisa pasukan Ming. Setelah perlawanan dipatahkan dengan penuh kekejaman, akhirnya seluruh propinsi Fujian dapat dikuasai oleh pihak Qing. Selama terjadinya kekacauan itu banyak rakyat menyembunyikan diri didalam perkebunan tebu yang banyak tumbuh disana, didalam rumpun tebu itu pulah mereka melewatkan malam tahun baru Imlik, setelah keadaan aman, berbondong-bondong mereka keluar dan kembali kerumahnya masing-masing. Untuk menyatakan rasa syukur karena terhindar dari bahaya maut akibat bencana perang itu mereka lalu mengadakan sembahyang "Jing Tian-gong" pada tanggal 9 bulan 1 Imlik itu, sebagai ucapan rasa terima kasih kepada Tian.

Dari contoh diatas ini jelas bahwa sebetulnya orang Tionghoa percaya akan Tuhan yang disebutkan sebagai Shang-di atau Tian-gong, hanya konsepsinya saja yang berbeda dengan agama bangsa-bangsa lain. Hanya bagi mereka Tuhan mempunyai pembantu-pembantu yang terdiri dari pelbagai dewa yang mempunyai jabatan tertentu, dan berkewajiban melakukan pengawasan terhadap perbuatan manusia dalam lingkungan kekuasaan dan wilayah masing-masing. Maka dengan begitu jika ada orang Tionghoa yang bersembahyang dikelenteng, ini bukan disebabkan mereka pecaya tahayul, melainkan disebabkan karena ia hendak menghadap kepada salah satu diantara sekian banyak pembantu Tuhan didunia ini untuk keperluan tertentu atau sekedar menumpahkan perasaan hatinya. Demikian dikatakan oleh seorang Sinolog Indonesia kenamaan Yunus Nur Arif (Nio Yu Lan) dalam bukunya Peradaban Tionghoa selayang pandang.

YU HUANG DA DI BUKAN TUHAN YANG MAHA KUASA

Umumnya apabila orang menyebut Shang-di atau Tian-gong, mereka mengacu pada suatu nama yaitu Yu Huang Shang Di (Giok Hong Siang Te-Hokkian) yang dianggap sebagai Tuhan sebagaimana halnya orang Israel menyebut Yehowa. Yu Huang Shang Di ini bertahta dilangit tingkat ke 33 disebuah istana yang disebut "Ling Xiao Bao Tianyang berarti Istana halimun mujijat". Biasanya didalam kelenteng, tidak terdapat gambar atau area pemujaan Yu Huang Shang Di untuk bersembahyang padanya cukup disediakan sebuah pedupaan besar yang terletak didepan ruang utama. Pedupaan ini dinamakan "Tian-Gong-lu". Pada waktu bersembahyang mula-mula kita harus membakar dupa dan menancapkan ditempat itu terlebih dahulu sebelum bersembahyang ditempat lain. Ini mempunyai maksud untuk mohon perkenan Tian agar diijinkan menemui pembantunya yang berada dikelenteng tersebut.

Tapi ada pula kelenteng yang khusus memuja Yu Huang Da Di, menampilkannya dengan wujud seorang kaisar yang berpakaian kuno, tangannya memegang sebilah "hu" (bilah dari gading atau sejenisnya yang digunakan oleh menteri-menteri jaman kuno untuk menghadiri sidang kerajaan). Timbul suatu pertanyaan, mengapa Yu Huang Shang Di digambarkan dengan membawa "hu"? Padahal "hu" hanya dibawa oleh para menteri pada saat menghadap Kaisar, apakah ini tidak berarti bahwa sebetulya Yu Huang masih mempunyai atasan lagi, kepada siapa ia menghadap ? Apakah masih ada Shang Di lain yang menjadi atasannya ? Hal ini memang sangat menggelitik untuk diteliti.

Di kalangan rakyat, tidak pelak lagi Yu Huang Shang Di lah yang dianggap penguasa tertinggi alam semesta ini. Menurut E.T.C. Wer-ner dalam "Myths and legends of China", pemujaan Yu Huang baru dimulai pada jaman Kaisar Zhen-zong dari dinasti Song (10°5 M) Tapi apabila kita menengok dalam kisah yang dianggap sebagai riwayat Yu Huang Shang Di, kita akan memperoleh bukti bahwa sesungguhnya Yu Huang diangkat dari kalangan manusia, yang karena mempunyai perilaku sangat luhur lalu ditempatkan pada kedudukan yang sekarang. Dalam kisah dikatakan bahwa ia adalah seorang Pangeran dari negeri yang disebut Guang Yang Miao Luo Guo yang kemudian meninggalkan tahta kerajaan dan menjadi per-tapa digunung Pu Ming Shan sampai memperoleh kesempurnaan.

Di dalam kitab suci "Yu Huang dan Di Mu" (Giok Hong dan Te Bo-Hokkian) disebutkan Tai-Ji (Thay-kek_Hokkian) atau Maha-ada sebagai permulaan langit dan bumi; Wu-ji (Bu-kek_Hokkian) atau Maha-kosong sebagai penghabisannya langit dan bumi. Tai-ji dan Wu-ji sama-sama diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, merupakan masa yang tidak selalu kekal. Timbulnya Wu-ji berarti musnahnya Tai-ji, sedangkan timbulnya Tai-ji berarti musnahnya Wu-ji.

Langit Bumi adalah unsur, mewujudkan alam semesta dan merupakan pokok penciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa pada Tai-ji Maha-ada. Sebelum menciptakan Langit dan Bumi, Tuhan Yang Maha Kuasa terutama menciptakan Dewa Penguasa atas Langit dan Bumi, sebagai pengemban tugas besar Alam-semesta dalam mewujudkan Sarwa Alam Sempurna. Dalam hal ini Yu Huang adalah sebagai Dewa Yang Maha Agung Penguasa Langit dan dipuja sebagai Tian-gong atau Bapak Langit.

Dalam Kitab suci "Shen Yan Jue" (yaitu kitab doa untuk memuji Yu Huang) juga disebutkan bahwa Yu Huang diangkat menjadi Penguasa Langit setelah semasa hidupnya mengorbankan diri untuk menyelamatkan manusia dari bencana banjir yang dahsyat. Dari kedua kitab suci ini, jelas bahwa sesungguhnya Yu Huang diangkat dari kalangan manusia karena pribadinya yang luhur. Ia adalah Dewata tertinggi sebagai pelaksana pemerintahan alam semesta, dan mewakili Tuhan dalam memerintah Semsta alam. Sebab itu ia ditampilkan dengan memegang "hu" yang digunakan dalam upacara menghadap atasannya yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.

Berbagai Sebutan Terhadap SHANG DI

Shang-di, Tuhan, Allah atau apalah namanya adalah sebutan untuk Roh suci yang mempunyai kedudukan paling tinggi dan merupakan Pencipta alam semesta serta semua isinya, dalam bahasa Tionghoa Shang-di berarti Kaisar yang bertahta diatas. Secara ringkas sifat Shang-di dapat dikatakan sebagai berikut :
  • Paling mulia dan paling terhormat
  • maha pengasih dan maha penyayang
  • menguasai yang tidak ada maupun yang ada
  • menguasai yang bergerak dan tidak bergerak
Dua kalimat yang pertama adalah merupakan penjabaran dari kata "Shang" (atas), sedangkan dua kalimat yang kedua menerangkan sifat "Di" (Kaisar). 

Maha pengasih dan Maha Penyayang berarti juga maha pemurah dan pengampun, Maha mulia dan paling tinggi, tidak ada yang lebih tinggi dari Dia. Paling terhormat dan tidak ada yang lebih terhormat dari dia, dan dia paling abadi. Memerintah atau menguasai yang ada (Berarti Tai-ji) dan yang tidak ada (berarti Wu-ji). Melihat sifat-sifatnya yang begini, jelas Yu Huang Da Di, atau sering juga disebut Yu Huang shang Di, yang walaupun memiliki sebutan Shang-di juga belum pantas mendudukinya. Di dalam cerita-cerita rakyat seringkali Yu Huang Da Di, dilukiskan sebagai seorang kaisar yang kadang-kadang kurang bijaksana dan seringkali binggung dalam menghadapi persoalan-persoalan. Didalam cerita Xi You Ji misalnya ia digambarkan sebagai tidak berdaya menghadapi si Kera Sakti Sun Wu Kong, sehingga terpaksa minta bantuan sang Buddha Sakyamuni.

Didalam buku-buku kuno hal-hal yang menyangkut Shang-di dan sebutan-sebutan kepadanya memang banyak disebut, dalam Yi-jing (Book of chance) ada kata-kata begini : ".........kedudukan meningkat karena Shang-di, ...... dapat menikmati hidup karena Shang-di..." Buku dari dinasti Xia terdapat sebutan "Shang-di yang maha mulia", dari kitab dinasti Zhou ditemukan kata-kata : "Dengan penuh rasa hormat mengabdi kepada Shang-di". Di dalam Zhong-yong disebutkan : "........ sebab itu kita harus bersembahyang kepada Shang-di". Kitab Meng-zi mengatakan : "..... sebab itu kita harus mengabdi pada Shang-di...". Didalam kitab Xiao-ya terdapat sebutan "Ming Ming Shang Di", di dalam Da-ya disebut "Tang Tang shang Di" Sebutan "Wei Huang Shang Di" terdapat dalam Tang gao, dan "Huang Tian Shang Di" disebut didalam kitab Zhao-gong. Demikianlah dengan jelas telah kita ketahui bahwa Shang-di dan penghormatannya sudah dikenal sejak jaman purba.

Walaupun sudah banyak disebut dalam kitab-kitab kuno, tentang siapa yang dianggap sebagai Shang-di, di dalam Daoisme pun tidak selalu seragam. Dao-jiao (Agama berdasarkan Daoisme) yang didirikan oleh Zhang Dao-ling mula-mulanya menyebut Lao-zi sebagai yang tertinggi seperti yang dicantumkan dalam "Kisah-kisah dari catatan sejarah". kaum tai-ping-dao dan Tian-shi-dao jelas-jelas menyebutnya sebagai Pencipta Alam Semesta, dan kitabnya dianggap sebagai kitab suci. Sejak itulah Lao Zi anggap sebagai Shang Di yang punya kedudukan tertinggi dan disebut Wu Shang Da Tian-Zun (Yang Maha Mulia dan Tiada yang lebih tinggi). Dalam Lao-zi nei-zhuan (Kisah-kisah tentang Lao Zi) disebutkan "Tai Shang Lao Jun, aslinya bernama Li Er alias Bo-yang, atau Z'nong-er, berasal dari negeri Chu. Ibunya hamil setelah intisari hati matahari yang berupa bintang memasuki mulutnya. Kehamilannya berlangsung selama selama 72 tahun. Lao Zi lahir dibawah pohon li melewati ketiak kiri ibunya. Ia kemudian memakai nama keluarga Li, karena pada waktu lahir ia sudah tua, maka disebut Lao Zi (Si anak tua). Karena telinganya berlubang tiga sebab itu ia disebut juga Lao Dan. Ia berdarah putih, bermuka warna emas...".
Wang qi dalam "Wen-xian tong-kao-lanjutan" menyebutkan bahwa Ge Zhi Chuan seorang pakar Daoisme jaman kuno berkata : "Lao Zi berkali-kali menjelma ke dunia, dan tiap kali selalu berganti nama, pada jaman Kaisar Huang Di ia menjelma sebagai Guang Cheng Zi, Jaman Kaisar Wen Wang dari Dinasti Zhou sebagai Xie Yi Zi seorang pengurus perpustakaan kerajaan. Kemudian pada masa Kaisar Wu Wang juga dinasti Zhou ia menjelma menjadi Yu Cheng Zi seorang menteri pembangunan. Lalu jaman Kaisar Kang Wang (Zhou) menjadi Guo Shu Zi, pada permulaan Dinasti Han ia turun sebagai Huang Shi Gong, pada masa pemerintahan Kaisar Wen Di, ia menjadi He Shang Gong".

Sesungguhnya kedudukan Lao Zi sangat tinggi dan sangat terhormat, masih ada lagi kisah yang mengatakan bahwa Lao Zi telah menciptakan San-qing (tiga sorga dalam kepercayaan Daoisme yaitu Yu qing, tai-qing dan Shang-qing). Karena itulah Lao Zi atau Tai Shang Lao Jun disebut sebagai Xuan Yuan Huang Di, tapi setelah munculnya Yuan Shi Tian Zun, pada jaman 6 Dinasti, nama Lao Zi mulai menurun....

Yuan Shi Tian Zun kemudian dianggap sebagai yang tertinggi, kelihatannya tokoh ini adalah hasil renungan dari para pakar Daoisme pada masa itu, menurut mereka Yuan Shi tidak mempunyai asal mula dan tidak mempunyai atasan, dari dialah semua mahluk berasal, ia dilahirkan dari intisari alam semesta dan merupakan permulaan dari semua yang ada. Seringkali nama Yuan Shi (yang berarti yang paling mula-mula) dikacau balaukan dengan Yu Huang da Di, tapi sesungguhnya kedudukan Yuan Shi adalah lebih tinggi dari Yu Huang, tapi kalau kita telaah riwayat Yuan Shi Tian Zun seperti yang termuat dalam kitab Zhen-zhong Shu karya Ge Hong, seorang sarjana Daoisme terkemuka, bahwa Yuan Shi Tian Zun lah yang kemudian dipuja sebagai Tian Fu (ayahanda Langit). Tapi Tian Fu samakah dengan Shang Di, hal ini juga tidak dapat diketemukan penjelasan yang memuaskan.

Masih ada sebutan lagi yang mengacu pada Penguasa Langit tertinggi, yaitu san Guan Da Di. sebutan ini muncul pada akhir Dinasti Han, yang dipopulerkan oleh kaum Tai Ping Tao (salah satu sekte Dao-Jiao) yang dipimpin oleh Zhang Jiao. Tian Guan (Penguasa Langit) salah satu dari San Guan Da Di itu seringkali dengan Yu Huang Da Di.

Kong Zi hanya sedikit menyinggung tentang Shang-di, dalam ajarannya ia menganjurkan pengikutnya untuk sepenuhnya percaya pada Huang Tian Shang Di. Kong Zi lah yang mulai menata kembali upacara-upacara sembahyang kepada Shang-di, pada prinsipnya semula yang dipuja adalah semesta alam yang di dalamnya terdapat tiga unsur. tiga unsur ini yang kemudian dikenal sebagai Tian Huang (kaisar Langit), Ti Huang (Penguasa Bumi) dan Ren Huang (Kaisar Manusia). Dari istilah Tian Huang inilah kemudian Kong Zi menganjurkan untuk memuja Huang Tian Shang Di sebagai Tuhan. Para kaisar dari berbagai dinasti mengadakan penghormatan kepada Huang Tian Shang Di ini. Di altar agung kerajaan di Beijing yang disebut Tian-tan, tempat para kaisar dari Dinasti Ming dan Qing mengadakan puja bhakti kepada Shang-di, yang dianggap sebagai leluhurnya, terdapat sebilah papan suci yang bertuliskan nama Huang Tian Shang Di. Hanya itulah yang disebut oleh Kong Zi dalam ajarannya tentang pemujaan kepada Shang-di, selanjutnya ia mengajarkan bahwa : Melakukan perintah Tuhan dinamakan "Watak Sejati". Berbuat berdasarkan watak sejati adalah Dao, dan mengajarkan dan mengalami Dao disebut Agama.

Tian Dao, suatu aliran agama yang merangkum tiga ajaran yaitu Buddhisme, Daoisme dan Konfusianisme, paling tegas dalam menunjukkan nama Shang-di. Menurut mereka, Shang-di atau Tuhan yang Maha Kuasa adalah Ming-ming Shang Di yang dalam bahasa Hibrani disebut Yehowa, dan Allah dalam bahasa Arab. Alam semesta dibagi tiga lapis yaitu : Li-tian (Nirwana) yang paling tinggi, lalu kemudian Qi-tian (Khayangan) dan yang paling bawah adalah Xiang-tian (Alam rupa) tempat manusia dan yang lain. Ming-ming Shang Di berkedudukan di Li-tian, sedangkan Yu Huang Shang Di adalah yang tertinggi ditingkat Qi-tian, ia dibantu para dewa-dewi dan malaikat-malaikat dalam melaksanakan pemerintahan alam semesta. Sebab itu dia adalah menteri dari Ming Ming Shang Di. Kedudukan Yu Huang Da Di dijabat secara berganti-ganti dan masa jasa jabatannya terbatas.

Ming-ming Shang Di mengeluarkan firmannya yang disebut Dao, dan Ddao inilah yang menjadi sumber dari segala kebenaran dan sumber kehidupan dari semua mahluk yang ada di dalamnya, sebab itu didalam kehidupannya manusia yang meninggalkan Dao bagaikan kereta api yang keluar dari rel atau ikan terpisah dari air, Dao harus disebar luaskan diantara umat manusia, karena dewasa ini manusia makin cenderung untuk berbuat jahat tanpa menghiraukan ajaran-ajaran Tuhan. Dao harus diajarkan agar manusia kembali menjadi baik dan kembali ke watak dasarnya yang suci supaya dunia ini kembali tenang dan damai, sebab itulah kaum Tian Dao sangat aktif dalam menyebarkan ajarannya.

Karena yang akan kita bahas ini terutama adalah asal usul Dewa Dewi Kelenteng yang terutama dipuja oleh kalangan awam, maka dalam urutan kedewaan kami tetap menempatkan Yu Huang Da Di sebagai yang teratas sesuai dengan kepercayaan rakyat pada umumnya.


DEWATA PENGUASA LANGIT

Para dewata ini mempunyai kekuasaan di seluruh alam, dan dipuncaki oleh Yu Huang Da Di sebagai dewata tertinggi yang melaksanakan pemerintahan alam semesta dan dibantu oleh para dewata lain seperti Dewa Halilintar, Dewa Bintang, dan lain-lain. Tugas mereka adalah mengatur semua yang ada dikawasan langit seperti peredaran bintang, keamanan khayangan, hembusan angin dan berkelebatnya kilat dan lain-lain gejala alam.

1.YU HUANG DA DI
Yu Huang Da Di (Giok Hong Tay Tee-Hokkian), biasanya disebut sebagai Tian Gong Zu (Thian Kong Co-Hokkian), kadang-kadang disebut sebagai Yu Huang Shang Di (Giok Hong Siang Te-Hokkian) yang secara harafiah berarti "Kaisar Pualam", sebab Pualam atau Kumala (Yu-Mandarin, Giok-Hokkian) merupakan lambang kesucian. Beliau dianggap sebagai pelaksana tertinggi pemerintahan alam semesta, bertahta di khayangan.

Pada jaman dahulu hanya kaisar saja yang boleh melakukan upacara sembahyang kepada-Nya, menteri atau rakyat biasa tidak diijinkan. Pada masa Zheng Cheng Gong, di Taiwan pernah melakukan sembahyang kepada Yu Huang untuk mewakili kaisar dinasti Ming. Tiongkok pada masa itu sudah dikuasai oleh bangsa Manzhu, dinasti Ming sudah runtuh. Tapi di Taiwan, Zheng Cheng Gong masih tetap berkuasa dan menjalankan pemerintahan sebagai menteri kerajaan Ming, karena Kaisar Ming sudah tiada maka untuk bersembahyang kepada Tian dia merasa perlu mewakili. Barulah sesudah keturunan Zheng Cheng Gong menyerah kepada pemerintah dinasti Qing (Manzhu), upacara ini dihentikan. Setelah itulah meskipun tidak diperkenankan melakukan upacara sembahyang kepada Tian, rakyat kebanyakan melakukan sembahyang dirumah masing-masing dihadapan pedupaan pemujaan, untuk bersujud kepada Tian dan berdoa memohon keselamatan.

Pada masa pertengahan dinasti Qing, karena kerajaan sibuk memulihkan keamanan diberbagai propinsi di Tiongkok, maka pemujaan resmi tidak dilakukan lagi. Rakyat lalu melakukan pemujaan di kelenteng dimana Zheng Cheng Gong melakukan upacara tersebut, dan secara resmi ditempatkan altar untuk Tian dikelenteng tersebut, yang lazimnya disebut Tian Gong Miao.

Bersamaan waktunya juga didirikan kelenteng Yu Huang Gong, digunung Jian San, dan pada tahun Jia Qing ke-5 ditambah sebuah area Yu Huang Shang Di. JAdi sekarang di Taiwan terdapat dua buah kelenteng untuk memuja Yu Huang Da Di. Pengunjung kedua kelenteng ini sangat banyak, terutama pada tanggal 9 bulan 1 Imlik, yang dianggap hari ulang Tahun Yu Huang Da Di, kecuali itu perkumpulan-perkumpulan swasta yang memuja Yu Huang pun mulai banyak diantaranya yang terkenal adalah perkumpulan Jing Xian Tang yang didirikan pada tahun Xian Feng yang ke-8.

Pemujaan terhadap Tian ini merupakan perwujudan pandangan orang Tionghoa tradisional tentang bersatu padunya langit (Tuhan) dan manusia, sebab itu di ruang belakang kelenteng ada papan bertuliskan "Tian Di Yi Li" (yang berarti langit/Tuhan dan bumi punya tata krama yang sama). Kesemua ini punya makna mendidik masyarakat untuk memberkahi siapa saja yang berbuat baik dan akan menghukum yang berbuat jahat.

Asal usul pemujaan Yu Huang yang kemudian banyak memperoleh gelar kehormatan, kira-kira sebagai berikut : Kaisar Zhen-zong dari dinasti Song (A.D 1005) terpaksa harus menanda tangani kapitulasi damai dengan orang Tungus (Ji-tan). Karena hal yang memalukan ini kerajaan mengalami krisis kepercayaan dari rakyat, sehingga dukungan dari massa dikhawatirkan merosot. Untuk menenangkan rakyatnya sang kaisar berlaku seakan-akan ia bisa melakukan komunikasi langsung dengan dewata dilangit. Pada suatu hari, pada bulan yang kesepuluh tahun 1012, dikumpulkannya semua menterinya dan beliau lalu bersabda "Di dalam mimpiku, seorang Dewa telah datang kepadaku dengan membawa sepucuk surat dari Yu Huang Da Di dan mengatakan bahwa leluhurku akan datang sendiri dan dipertemukan dengan aku".

Sungguh ajaib apa yang dikatakannya menjadi nyata, Song Tai-zu (Pendiri dinasti Song) tiba-tiba menampakkan diri di depannya Baginda Kaisar Song Zhen-song sangat heran sekali. Sejak saat itulah lalu diadakan sembahyangan pemujaan terhadap Yu Huang Shang Di, disamping catatan sejarah ini masih ada sebuah legenda yang menjelaskan asal-usul Yu Huang.

Dikisahkan pada sebuah negeri yang bernama Guan Yan Miao Luo Guo, Raja Jing De dan permaisurinya Bao Yue sedang bersusah hati. Sudah bertahun-tahun mereka mendambakan putra, tapi tak kunjung tiba juga. Sudah berpuluh-puluh orang pendeta  Taoist didatangkan untuk memimpin upacara sembahyang kepada Penguasa Alam, supaya permohonannya terkabul, tapi hasilnya nihil. Pada suatu malam sang permasuri bermimpi, dilihatnya Lao Jun sedang menunggang seekor naga sambil menggendong seorang anak laki-laki. Dewa itu terbang kearahnya, segera permaisuri memohon agar anak laki-laki itu diberikan kepadanya sebagai penerus tahta kerajaan, "Aku tidak berkeberatan" kata Lao Jun ini terimalah, sang permaisuri segera berlutut menghaturkan terima kasih. Ketika sadar dari mimpinya dia mendapati dirinya berbadan dua. Pada akhir tahun seorang pangeran telah lahir, sejak usia masih muda sekali sang pangeran sudah menunjukkan suatu pribadi yang welas asih terhadap sesamanya yang sedang dirundung malang, terutama terhadap orang miskin. Setelah ayahanda meninggal, beliau lalu naik tahta, tapi hanya beberapa hari saja dia memerintah, beliau melepaskan kekuasaannya dan mengangkat seorang perdana menteri sebagai pengganti, lalu pergi bertapa di pegunungan Pu Ming dipropinsi Shanxi dan di pegunungan Xiu Yan dipropinsi Yunan. Setelah memperoleh kesempurnaan, hari-hari dilewatinya dengan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Pada saat menjalankan tugas kebajikan inilah beliau wafat. Kaisar Cheng Zong dan Hui Zong dari dinasti Song menganugrahi beliau dengan bermacam-macam titel antara lain YU Huang Da Di, yang tetap dipakai orang-orang sampai sekarang.

Kaum Buddist dan Taoist masing-masing mengaku bahwa Yu Huang adalah Tuhan mereka. Kaum Buddist menganggapnya sebagai Indra, dalam hal ini bisa dianggap Yu Huang adalah Dewasa Buddist yang dimasukkan dalam khasanah Dewa-dewa Taoist.

Yu Huang sering kali dianggap sebagai lambang akan kepercayaan alam semesta. Jing De, ayahnya adalah matahari dan sang permaisuri Bao Yue ibunya adalah lambang rembulan. Perkawinan mereka adalah melambangkan lahirnya kekuatan yang menyelimuti alam dengan kehidupan penuh kesuburan dan bunga-bunga.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More