BUDAYA
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia.
Budaya Indonesia
Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Kebudayaan nasional
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:“ | Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: P&K, 199 | ” |
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara
adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini
merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan
makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara
kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat
dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku
bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan
menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini
merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa
yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan
untuk mewakili identitas bersama. Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan
Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945
Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang
mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional
terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan
munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan
perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan
nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia,
sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa
yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa
Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga
Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di
dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing,
serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.
Upacara Adat
Upacara adat merupakan suatu bentuk tradisi yang bersifat turun-temurun yang dilaksanakan secara teratur dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu rangkaian aktivitas permohonan sebagai ungkapan rasa terima kasih. Selain itu, upacara adat merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal, bernilai sakral, suci, relijius, dilakukan secara turun-temurun serta menjadi kekayaan kebudayaan nasional.Unsur-unsur dalam upacara adat meliputi: tempat upacara, waktu pelaksanaan, benda-benda/peralatan dan pelaku upacara yang meliputi pemimpin dan peserta upacara.
Jenis-jenis upacara adat di Indonesia antara lain: Upacara kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan, pemujaan, pengukuhan kepala suku dan sebagainya.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktek agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosial" Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme
Etimologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan bereligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio,
awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau
dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (
kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan " ).
Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk
Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur
kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama
kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai
"agama", tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat
berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama
sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang
diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum.
Di seluruh Asia
Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan
dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Medieval
Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran"
dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber
independen dari kekuasaan.
Definisi
Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan
meliputi. Definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu
longgar, tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini
dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu.
Agama merupakan suatu
lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu
terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik
persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan
keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa
di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber
yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam
sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misalnya : Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:
-
- menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan, dan
- menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan.
Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan.
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup.
Yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh
agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul,
bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturan/tata
cara agama.
- Di Indonesia, istilah agama digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui resmi oleh negara, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budhisme, dan Khonghuchu. Sedangkan semua sistem keyakinan yang tidak atau belum diakui secara resmi disebut “religi”.
- Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.
Cara Beragama
Berdasarkan cara beragamanya:- Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama nenek moyang, leluhur, atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pemeluk cara agama tradisional pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan, dan tidak berminat bertukar agama.
- Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
- Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
- Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) di bawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
PEMAHAMAN BUDAYA (WARISAN LELUHUR) DAN AGAMA (KEPERCAYAAN YANG DIANUT) JAMAN SEKARANG
Budaya / Kebiasaan / Adat istiadat Minahasa khususnya Suku Tonsawang sudah mulai hilang ditelan kepercayaan saat ini yang mengklaim bahwa Budaya/Adat istiadat/Kebiasaan yang diwariskan oleh para leluhur yang merupakan Identitas Anak Suku Tonsawang adalah Sesat, dengan berbagai alasan yang dikemukakan apabila ditanyai dan hal yang paling dominan yang akan diungkapkan dari sebagian besar anak Suku Tonsawang adalah SINARANIM (Masuknya Injil/Agama Kristen), sehingga memunculkan pernyataan bahwa Warisan Leluhur bertentangan dengan keyakinan Anak Suku Tonsawang yang sebagian besar memeluk Agama Kristen.
Beberapa Alasan yang timbul dari masyarakat saat ini tentang Warisan Leluhur :
- Menyembah Setan / Orang yang sudah meninggal
- Memakai pegangan (Opo-opo)
- Berdoa di Batu / pohon besar / tempat2 peninggalan leluhur
- Percaya dengan Suara Burung, Cicak, dll.
Alasan tersebut sebenarnya pemahaman yang dangkal tentang Budaya / Kebiasaan yang diwariskan oleh leluhur sehingga Kebiasaan dan ajaran yang diwariskan oleh para leluhur tidak diturun temurunkan, hal ini telah dibiarkan sehingga mendorong munculnya generasi para pemerhati Budaya Suku Tonsawang yang berusaha untuk mengangkat kembali Budaya Warisan Nenek Moyang Suku Tonsawang, dapat dilihat saat ini di Suku Tonsawang telah berdirinya berbagai macam Sanggar Budaya, Yayasan Budaya, dll.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa / Opo Empung / Ni'ngumeled menyertai dan memberkati usaha-usaha para penerus dari anak Suku Tonsawang yang akan mengangkat kembali Budaya Tonsawang, serta kiranya mendapatkan dukungan dari Masyarakat dan pemerintah sehingga semunya dapat cepat terwujud demi anak cucu. Ulit, ulit, ulit.
0 komentar:
Posting Komentar